Justru dengan adanya proyek senilai US$ 4 miliar ini, para nelayan memiliki kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan kita musim di laut tidak memungkinkan untuk melaut.
"Kami berharap pemerintah pusat dan pemerintah Jawa Tengah tidak mudah terprovokasi oleh aksi-aksi penolakan proyek PLTU ini. Kami warga Batang sudah cukup lama menunggu agar proyek ini segera terwujud dan hasilnya bisa kami rasakan," tandas Fadholi.
Saat ini dari total kebutuhan lahan PLTU Batang seluas 326 ha.
Lahan tersebut sebanyak 226 ha akan digunakan untuk power block dan 100 ha sisanya diperuntukkan bagi pembangunan jaringan transmisi dan gardu induk.
Untuk power block total lahan yang sudah dibebaskan mencapai 87% dan sisanya akan menjadi tanggungjawab PLN untuk membebaskan lahannya.
Sebelumnya General Manager (GM) PLN Distribusi Jawa Tengah danm Yogyakarta Djoko R. Abumanan menegaskan, PLN siap untuk menjalankan instruksi kementerian perekonomian untuk melanjutkan pembebasan 13% sisa lahan PLTU Batang yang belum menunjukkan titik temu.
Jika penyelesaian pembebasan lahan tak menemukan kata sepakat, pemerintah dapat melaksanakan tindakan tegas berdasarkan UU no 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah untuk Pembangunan bagi Kepentingan Umum.
"Kami masih berharap proses pembebasan lahan di Batang tidak mengalami kendala berarti, sehingga pembangunan masih sesuai waktu yang telah ditentukan," ujar Djoko beberapa waktu lalu.
Proyek PLTU Batang merupakan pembangkit listrik terbesar di Asia Tenggara dan diharapkan mulai dapat beroperasi tahun 2018.
Keberadaan PLTU ini merupakan solusi pemerintah untuk mengatasi krisis listrik di Jawa-Bali yang diproyeksikan dapat terjadi di tahun 2018, menyusul tingginya pertumbuhan konsumsi listrik nasional.