News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

RUU Pilkada

Pemilihan Kepala Daerah Melalui DPRD Itu Kemunduran Demokrasi

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Aliansi mahasiswa yang tergabung dalam Kelompok Cipayung Makassar mencoret dinding saat berunjuk rasa Tolak RUU Pilkada di Kantor DPRD Sulsel, Makassar, Senin (15/9/2014). Mereka menolak RUU Pilkada karena dianggap mengebiri kedaulatan rakyat dan menghapus hak konstitusional rakyat Indonesia untuk menentukan pilihan politiknya.

TRIBUNNEWS.COM,YOGYA - Walikota Yogyakarta, Haryadi Suyuti, merasa prihatin terhadap keputusan rapat paripurna DPR RI yang memutuskan pemilihan kepala daerah melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Dia menyayangkan apa yang telah berjalan secara demokratis selama ini akhirnya dihentikan.

"Saya sebagai walikota produk pilihan rakyat jelas menyayangkan. Suara yang kami sampaikan kok ternyata keputusannya seperti ini," kata Haryadi, ditemui di Balaikota.

Haryadi secara terang-terangan menyatakan, keputusan pemilihan kepala daerah melalui DPRD merupakan kemunduran demokrasi di Indonesia.

Pasalnya, pemilihan langsung oleh rakyat telah berjalan dengan baik.

Bahwa semula kepala daerah duduk atas pilihan rakyat dan kepala daerah itu melaksanakan tugasnya untuk rakyat.

"Saya belum bisa banyak bicara soal ini karena masih ada MK. Tapi jelas ini kemunduran demokrasi," katanya.

Demikian juga perihal sisi posistif dan negatif jika pemilihan oleh DPRD dilaksanakan, Haryadi belum berani berspekulasi akan baik atau justru lebih buruk dibanding pemilihan langsung.

Secara pribadi, Walikota Yogyakarta ini menyatakan tidak ingin mengkhianati amanat rakyat.

Pasalnya, pengalaman pemilihan langsung di Yogyakarta, toh selama ini berjalan baik.

"Selama ini tidak ada hal-hal negatif terjadi. Saya juga tidak bisa 'gebyah uyah' bahwa nanti pemilihan oleh DPRD sarat dengan money politic atau tidak," ujarnya.

Yang jelas, pemilihan kepala daerah secara langsung di Yogyakarta selama ini tidak pernah chaos.

"Nah, nanti pastinya memang akan ada hal-hal yang perlu dicermati jika pemilihan lewat DPR. Tapi saya belum tahu itu, nunggu banding di MK dulu," lanjutnya.

Ketua DPRD Kota Yogyakarta, Sujanarko, menjelaskan, secara pribadi dirinya tidak setuju pemilihan kepala daerah lewat DPRD.

Dia juga meyakini banyak rekan-rekan di DPRD yang tidak sepakat.

Meski kemudian RUU Pilkada telah diketok, Sujanarko menyatakan, kesiapan dewan di daerah terkait keputusan itu merupakan hal berbeda dari tugas-tugas kesehariannya sebagai wakil rakyat di DPRD Kota Yogyakarta.

Sebab itu, jika RUU Pilkada dilaksanakan, maka dewan daerah harus mengesampingkan kepentingan partai politik.

"Karena kalau seperti itu misal di Yogyakarta FPDIP dengan 16 anggota akan berhadapan dengan lima fraksi yang jumlahnya 24," ujar Sujanarko.

Meski demikian, Sujanarko masih menunggu proses banding di MK.

Dia berharap, MK akan membuka mata hati dengan melihat realitas kondisi masyarakat.

Sebagaimana diberitakan, pilkada langsung berdasarkan partisipasi masyarakat tidak akan berlaku lagi.
Pasalnya, DPR melalui paripurna, Jumat dinihari, menghapus pilkada langsung dalam revisi Undang-Undang Pilkada.

Keputusan diambil dengan menggelar voting. Pendukung pilkada langsung kalah.

Pendukung pilkada langsung merupakan koalisi dari pendukung Jokowi - JK, terdiri atas PDI Perjuangan, PKB, dan Hanura. Koalisi ini hanya bisa meraup 125 suara.

Sementara, kubu Prabowo-Hatta yang mendukung pilkada lewat DPRD, yaitu Partai Gerindra, PAN, Golkar, PPP, dan PKS, unggul dengan 226 suara.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini