News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Berita Eksklusif Jawa Timur

Bisa Jual Sesuai HPP Tapi Pembayaran Mundur

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pekerja mengangkut tebu dari Desa Loram Wetan, Kecamatan Jati, untuk dibawa ke Pabrik Gula Rendeng di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, Kamis (30/8/2012). Dibutuhkan lahan tebu seluas 67.000 hektar guna dapat memenuhi kebutuhan bahan baku 13 pabrik gula di Jawa Tengah. (Kompas/P Raditya Mahendra Yasa)

TRIBUNNEWS.COM,SURABAYA -Tebu tahun ini benar-benar terasa pahit bagi para petani. Sebagian rugi karena mereka harus melepas dengan harga di bawah harga pokok penjualan (HPP).

Di tempat lain, para petani yang mendapatkan harga sesuai HPP harus pusing karena uang pembayaran tak kunjung bisa diterima.

Jangankan yang mendapat harga di bawah HPP, yang melepas tebunya sesuai HPP pemerintah saja masih merasa tercekik. Sebab HPP yang ditetapkan Menteri Perdagangan sebesar Rp 8500 dinilai  masih jauh dari modal yang dikeluarkan para petani.

Ketua Koperasi Mitra Sejahtera Kediri, Anang Prasetyo Utomo menjelaskan, HPP Rp 8.500 per kg yang dipakai saat ini memang sudah dinaikkan dari sebelumnya, Rp 8250.
Tapi kenaikan HPP itu hanya mempersempit selisih kerugian saja.  

“Kami tetap was-was juga. Dibilang aman ya tidak. HPP yang ditetapkan pemerintah hanya menolong agar kami tidak rugi saja atau balik modal tanpa untung. Banyak anggota kami yang rugi,” ujar bapak dua anak itu.

Pada periode Juni dan Juli, ribuan petani tebu di Kediri Raya mengalami kerugian massal.  

Dia bercerita  ada banyak faktor yang membuat petani tebu tetap terjepit.

Selain penetapan HPP yang dinilai sepihak, Anang menilai mahalnya biaya produksi dan keterlambatan dana talangan juga menjadi faktor petani di kawasan Kediri pusing. Sudah beberapa bulan ini pembayaran terlambat.  

”Biasanya, seminggu setelah tanggal penutupan DO, uang sudah cair. Sekarang paling cepat dua minggu bahkan bisa sampai satu bulan. Padahal uang itu kan untuk membayar kebutuhan produksi,” ungkap Anang.

Petani di Kediri masih bisa menambah nafas karena nilai randemen tebu relatif tinggi. Di Kediri, rata-rata randemen tebu lebih dari 8 persen.

Angka tersebut jauh dibandingkan dengan randemen di Jember dan sekitarnya yang dipatok 7 persen saja. Dia mengakui ada sebagian petani Kediri yang randemennya di bawah 8 persen.

Anang mengatakan, faktor utama yang membuat petani terus merugi adalah tidak sesuainya HPP dengan biaya pokok produksi (BPP).

Di Kabupeten dan Kota Kediri, kata Anang, harga HPP yang sesuai perhitungan modal petani adalah Rp 9250. Dari nilai itu, petani untung sekitar 10 persen. Dengan catatan, randemen minimal 8 persen.

Saat ini, biaya produksi satu  hektar Rp 35 juta terhitung dari masa tanam sampai tebang. Sedangkan pendapatan yang mereka terima rata-rata hanya bisa  untuk  balik modal. Banyak juga yang rugi Rp 6 juta perhektarnya.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini