TRIBUNNEWS.COM, MUNA - Jumineng, mengaku mendengar selentingan bahwa di Hongkong, Seneng Mujiasih anaknya, bekerja sebagai pekerja seks komersil (PSK).
"Saya nggak percaya kabar itu. Anak saya bukan perempuan nakal. Terakhir dia bilang kerja di restoran. Temannya juga bilang, anak saya kerja baik-baik di sana," ujar Jumineng.
Jumineng pun tak melihat gambaran 'perempuan nakal' pada Seneng yang terakhir pulang ke Muna pada tahun 2009. "Anak saya nggak genit, dia biasa saja," ujarnya.
Mujiharjo (54) juga tak yakin anaknya berprofesi sebagai PSK. "Setahu saya, dia anak baik-baik. Nggak mungkin itu," katanya. Namun Mujiharjo mengakui pengetahuannya tentang pekerjaan Seneng di Hongkong sangat terbatas.
"Setahu saya dia kerja sama seperti temannya, jadi pembantu rumah tangga lalu kerja di restoran," imbuhnya.
Kakak korban, Sri Suantoro (30) juga mengaku tidak mendapatkan informasi tentang pekerjaan Seneng sebagai PSK.
"Saya nggak dengar informasi soal itu. Saya nggak yakin dia bekerja seperti itu. Saya hanya dapat cerita dari temannya kalau adik saya pernah belajar bermain DJ (disc jockie). Kalau dia sampai melakukan pekerjaan seperti itu, saya nggak yakin," kata Suantoro.
Sebelumnya, sejumlah media Hongkong menyatakan bahwa dua wanita asal Indonesia yang menjadi korban pembunuhan, Seneng Mujiasih dan Sumarti Ningsih, merupakan wanita PSK.
Sedangkan staf Kementerian Luar Negeri, Julius sempat memberikan informasi bahwa keduanya berprofesi sebagai pramuria.
Saat dikonfirmasi, juru bicara Kemenlu, Michael Tene enggan menjelaskan secara rinci. "Tentang status pekerjaannya tidak relevan kami jelaskan. Apalagi, keduanya adalah korban. Yang jelas, kami aan fokus mengawal proses hukum kedua warga kita yang menjadi korban itu," kata Michael.
Mujiharjo mengatakan, pelaku pembunuh anaknya terbilang sadis. Ia dan keluarganya berharap pelaku dihukum mati. Tapi, dari penjelasan staf Kementerian Luar Negeri, Mujiharjo mengetahui bahwa Hong Kong tidak memberlakukan hukuman mati bagi pelaku pembunuhan.
"Kami ingin dia dihukum yang paling tinggi, yaitu hukuman seumur hidup," tuturnya.
Ia pun sempat bertanya-tanya kepada staf Kemenlu saat datang ke rumahnya tentang bisa atau tidaknya pelaku pembunuhan anaknya datang ke luar negeri setelah dihukum seumur hidup.
"Kalau dihukum seumur hidup itu bagaimana? Apa masih bisa jalan-jalan ke Indonesia atau nda? Katanya nda. Kira-kira bagaimana kalau dihukum seumur hidup, apa dia bisa ke Indonesia. Yah saya takut juga toh, nanti dia bisa ke sini," ucap Mujiharjo.