Laporan Wartawan Tribun Jateng, Puthut Dwi Putranto
TRIBUNNEWS.COM, DEMAK - Kenaikan harga BBM Bersubsidi memicu kenaikan harga beras. Sejumlah warga di Kabupaten Demak memperjualbelikan beras miskin kepada pedagang beras di pasar tradisional.
Berdasarkan informasi, beras miskin (raskin) yang semula seharga Rp 1.600 per kilogram dijual dengan harga tinggi kepada pedagang beras di pasar tradisional sampai Rp 6.500 per kilogram.
Sulastri (48), seorang pedagang pasar Wonolopo, Kecamatan Dempet, yang juga merangkap sebagai pengepul, mengakui menerima raskin yang dijual warga mencapai dua ton per hari pascakenaikan harga BBM bersubsidi.
Selanjutnya, untuk memuluskan pengoperasian penjualan supaya laku dijual di pasaran, raskin yang sudah ia beli tersebut diakalinya dengan mengoplosnya bersama beras berkualitas baik.
"Setelah saya oplos, saya jual dengan harga Rp 7.300 per kilogram kepada pembeli. Banyak warga yang menjual raskin usai BBM naik," terang Sulastri, Senin (24/11/2014) siang.
Warsini (52), pedagang lain mengakui warga yang menjual raskin dari hari ke hari meningkat. Ia mampu mengumpulkan tujuh hingga 10 ton raskin yang telah dioplos untuk dijual ke daerah lain.
"Saya memperoleh keuntungan Rp 1000 per kilogramnya. Raskin ini saya campur dengan beras berkualitas baik. Saya beli Rp 6.500 beras raskin dari warga yang menjualnya, " imbuh Warsini.
Seorang warga Dempet, Waluyo (53), nekat menjual raskin karena ongkos kebutuhan hidupnya bertambah akibat kenaikan harga BBM. Apalagi pendapatannya sebagai buruh tani kurang cukup.
Ketua Komisi B DPRD Kabupaten Demak, Muntohar, membenarkan fenomena warga menjual raskin di beberapa pasar tradisional di Kota Wali itu. Sejauh ini ia baru menemukan fenomena itu di Pasar Wonolopo.
"Banyak laporan dari masyarakat terkait hal ini dan benar ada penjualan raskin di Pasar Wonolopo," terang Muntohar sambil menambahkan, warga menjual raskin karena kualitasnya buruk.
Muntohar terkejut dengan kondisi ini. Pihaknya prihatin dengan masalah raskin yang tak berkualitas sehingga berencana memanggil sejumlah pihak terkait untuk mengusut tuntas.
"Kami sudah menggali informasi termasuk mengumpulkan contoh beras raskin yang dijual tersebut. Kenapa kualitasnya tak layak dikonsumsi ?" tegas Muntohar.