TRIBUNNEWS.COM, BERAU - Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) menugaskan dua kementerian yaitu Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk menangani pemulangan ratusan manusia perahu yang terdampar di Berau.
Jokowi mengambil langkah tersebut setelah mendapat laporan langsung dari Wakil Gubernur Kaltim Mukmin Faisyal, Senin (24/11/2014). Mukmin diutus menghadiri pertemuan Presiden dengan Gubernur seluruh Indonesia di Istana Presiden di Bogor mewakili Gubernur Awang Faroek Ishak.
"Sudah diturunkan tim dari dua kementerian," kata Mukmin, usai pertemuan dengan pengurus Golkar Kaltim, di ruang kerjanya di Kantor Pemprov Kaltim, Jalan Gajah Mada, Selasa (25/11/2014) malam.
Sebanyak 15 orang dari dua kementerian itu kini sudah berada di lokasi pengungsian. Tim itu akan berkoordinasi dengan aparat setempat untuk menyelesaikan proses pemulangan, termasuk menyelesaikan secara teknis, lima manusia perahu yang diduga melakukan pencurian ikan.
"Tugasnya, antara lain melakukan kroscek secara langsung berdasarkan data yang sudah dihimpun Pemkab Berau. Dari hasil pengecekan itu, tim akan melakukan koordinasi dengan aparat setempat sekaligus teknis pemulangan manusia perahu itu," ujarnya.
Pantauan Tribun Kaltim (Tribunnews.com Network), sejumlah pejabat negara terlihat mengunjungi Berau untuk mengetahui secara langsung keberadaan manusia perahu yang ditampung di Tanjung Batu. Pejabat yang datang berasal dari Kementerian Kelautan dan Perikanan dan Kementerian Pertahanan. Sedangkan dari Kementerian Luar Negeri belum terlihat.
Sudirman Saad, Dirjen Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (KP3K), mengaku telah menerima laporan dari Pemkab Berau.
"Mereka sudah ada di Berau sejak 10 tahun yang lalu dan sudah terjadi beberapa kali pengusiran tapi mereka kembali lagi. Dan kali ini, yang kembali jauh lebih banyak," kata Sudirman.
Menurut pengamatannya, kondisi ratusan orang asing tersebut di tempat penampung sangat memprihatinkan.
"Kita lihat kondisi mereka memang sangat memilukan hati, karena rata-rata mereka adalah anak-anak dan orangtua. Dan anak-anak mereka juga sangat tidak mencerminkan kondisi hidup yang sehat, mereka tidak pernah mengenal sekolah," ujarnya di hadapan para wartawan.
Tapi secara hukum mereka bukan warga negara Indonesia.
"Bahkan kita temukan berbagai fakta bahwa mereka adalah warga Malaysia. Mayoritas warga asing itu mengaku berasal dari Samporna, Malaysia," ujarnya.
Menurut Sudirman, mereka juga punya bukti transaksi di Malaysia.
"Ada yang punya bukti gadai emas di Malaysia. Ada lebih dari 40 tabung gas buatan Petronas dan mata uang ringgit. Dengan kondisi ini, kami melihat, secara defacto mereka berasal dari Malaysia, apakah Malaysia mengakui atau tidak itu persoalan lain," tegasnya.