TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Anggota Komisi III DPR RI Ruhut Poltak Sitompul mengatakan, tindakan oknum polisi yang memborgol dan mengancam menembak Rd seorang wartawan Tribun Lampung harus ditindak tegas.
"Jadi kalau benar dia melakukan hal itu, Propam Polda Lampung harus menindak tegas," kata Ruhut kepada Tribunnews.com di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (5/3/2015).
Namun menurutnya, jika memang wartawan tersebut terbukti berkaitan dengan narkotika harus juga diperiksa.
"Saya jadi lawyer ngga pernah menerima kasus narkoba dan korupsi. Jadi kalau memang wartawannya terbukti harus juga ditindak," kata Ruhut.
Diberitakan sebelumnya, Rd dibekap, diborgol, dan diancam tembak di kediamannya Tanjungkarang Barat, Bandar Lampung, digerebek polisi pada Rabu (4/3/2015) siang. Padahal, ia tidak melakukan perlawanan atau hendak melarikan diri.
Para polisi yang berpakaian preman itu beralasan, penggeledahan dilakukan karena ada dugaan rumah tersebut digunakan sebagai tempat transaksi narkoba.
Hasil penggeledahan tidak menemukan barang bukti apapun terkait narkoba. Bahkan, tes urine terhadap Rd, yang langsung dilakukan setelah penggeledahan, menunjukkan hasil negatif.
Berikut ini penuturan wartawan Tribun Lampung, Rd, yang hingga Rabu malam mengaku masih sangat trauma diperlakukan bak teroris.
Siang itu, saya pulang ke rumah untuk mengambil susu anak saya yang baru berusia dua bulan. Karena saya dan istri bekerja, maka anak saya titipkan di rumah mertua.
Anak saya masih menyusu ASI. Karena istri saya kerja, ia menyimpan ASI di botol. ASI-nya disimpan di rumah.
Biasanya, setiap siang, saya pulang ke rumah untuk mengambil ASI, kemudian mengantarkan ke rumah orangtua saya.
Sekitar pukul 13.00 WIB, saya pulang ke rumah seperti biasa untuk mengambil ASI serta makan siang. Ketika selesai makan siang, saya sedianya hendak mandi. Tapi, saya dengar orang mengetuk pintu rumah.
Saat pintu saya buka, ada seorang pria berdiri di antara celah pintu. Pria tersebut menyebut sebuah nama yang sedang ia cari.
Saya bilang, saya tidak tahu. Di rumah saya tidak ada nama itu. Mungkin salah rumah. Saya lupa nama yang ia sebutkan.
Meski saya jawab begitu, orang di depan pintu itu meminta masuk untuk memeriksa. Saya tidak mengizinkan karena saya juga tidak kenal dia. Ternyata, ada beberapa orang lain di belakang orang itu. Seketika, beberapa orang masuk dan membekap saya ke dinding.
Satu orang bahkan meneror dengan berkata akan menembak, jika saya tidak bisa diam.
Tak hanya itu, satu orang lain memborgol kedua tangan saya di sebelah belakang badan.
Lalu, saya disuruh duduk. Yang masuk rumah ada sekitar lima orang. Mereka sempat tanya saya kerja di mana. Saya sebutkan saya kerja di Tribun Lampung.
Ketika masuk tersebut, seorang yang masuk mengaku oknum polisi dan hendak melakukan penggeledahan. Sebab, rumah tersebut diduga tempat transaksi narkoba.
Sebelum penggeledahan, mereka memanggil Pak RT. Datang juga mantan Pak RT. Mereka diperlihatkan surat. Saya tidak fokus dan tidak bisa memeriksa surat itu karena mereka bergantian menanyai saya.
Penggeledahan berlangsung di seluruh rumah. Saya dan Pak RT diajak masuk ke kamar tidur. Penggeledahan tersebut tidak menemukan narkoba.
Di antara mereka ada yang tanya, berani tidak tes urine? Saya jawab berani. Lalu, saya diminta untuk kencing dan tes urine menggunakan alat semacam testpack kehamilan.
Itu berlangsung di ruang tamu. Saat urine saya diperiksa, ada yang mengajak ngobrol lagi. Saya dengar, hasil tes urine negatif.
Seusai melakukan tes urine, kelima oknum polisi tersebut pun meninggalkan rumah. Satu di antaranya bilang, mereka cuma menjalankan tugas dan meminta saya mengerti.