Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Puluhan ribu pekerja PT Freeport Indonesia cemas akan masa depan mereka. Sampai saat Ini mereka belum mengetahui kelanjutan nasib pengelolaan perusahaan tambang tersebut.
Nota kesepahaman (MoU) yang ditandatangani pemerintah Indonesia menyetujui perpanjangan kontrak ekspor konsentrat PT Freeport Indonesia hingga Juni 2015, justru berujung gugatan di pengadilan.
Presiden Joko Widodo dan PT Freeport digugat dalam sebuah proses Citizen Law Suit ke Pengadilan Jakarta Pusat. Gugatan dilayangkan karena diduga terjadi pelanggaran UU no 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Juru bicara Pimpinan Serikat Pekerja PT Freeport Indonesia, Juli Parorrongan, mengatakan gugatan atas PT Freeport terkait MoU tersebut sehingga menimbulkan kebingungan puluhan ribu pekerja yang menggantungkan hidupnya di perusahaan itu.
"Mereka menggugat atas nama rakyat Indonesia, tetapi mereka tak memikirkan nasib kami. Kami yang bekerja juga masyarakat Indonesia," ujar Juli dalam keterangan pers yang diterima wartawan, Sabtu (21/3/2015).
Juli menjelaskan, saat ini gugatan tersebut memang sudah berjalan di persidangan. Ia merasa bingung terhadap masa depannya sebagai pekerja PT Freeport jika nantinya gugatan tersebut dikabulkan oleh pengadilan.
"Anggota kami yang bekerja ada 30 ribu orang lebih. Mereka rata-rata sudah berkeluarga. Jika ditotalkan setiap kepala keluarga menanggung tiga orang, ada 150 ribu lebih orang yang mengalami kerugian jika gugatan dikabulkan," katanya.
Sementara itu, Ketua Serikat Pekerja PT Freeport Indonesia Virgo Salossa mengatakan saat pemerintah telah mengizinkan PT Freeport melakukan expor, bisa membuat kehidupan para pekerja lebih baik. Karena keuntungan PT Freeport 60 persen dari hasil ekspor.
“Adanya ekspor di perusahaan sekarang, kita bisa menjalani kelangsungan hidup. Kita berbica dengan perlindungan dan kesejahteraan untuk para pekerja," kata Virgo.
Menurut Virgo, atas gugatan tersebut, ia berharap tidak semata-mata karena PT Freeport perusahaan asing saja, tapi seharusnya lebih mengedepankan dampak langsung para pekerja jika memang kebijakan ekspor itu tidak diberlakukan.
"Dampaknya sangat banyak, bisa dari sosial, politik, bahkan ekonomi. Harusnya pihak yang menggugat berkomunikasi dahulu dengan kami, karena masyarakat di sana sudah banyak yg mengantungkan hidupnya ke PT Freeport," ujarnya.
Gugatan terhadap pemerintah Indonesia bersama dan PT Freeport Indonesia ini tertera dalam nomor gugatan 50/PDT.GBTH.PI.W/2015/PN.JKT.PST. Gugatan ini diajukan untuk meminta majelis hakim membatalkan perjanjian tersebut.
Gugatan ini diajukan oleh Nawa Cita atas nama Arief Poyuono, Haris Rusly, Kisman Latumakilata dan Iwan Sumule di Pengadilan Jakarta Pusat pada Senin, 2 Februari 2015 lalu.