TRIBUNNEWS.COM, BLITAR - Meski dengan keterbatasan anggota tubuhnya, tak membuat Wit Tutur (15), canggung saat mengikuti ujian nasional (Unas) di sekolahnya, Madrasah Tsanawiyah (MTS) Negeri Kecamatan Srengat, yang berada Dusun Langkapan, Desa Maron, Rabu (6/5/2015) pagi.
Anak buruh tani asal Dusun Bululawang, Desa Bendo, Kecamatan Ponggok, Kabupaten Blitar, dengan enjoy mengerjakan soal mata pelajaran yang diujikan pada Unas. Seperti pagi itu, ia sedang mengerjakan soal Bahasa Ingris.
Untuk menulis ke lembar jawaban, ia menggunakan kedua kakinya, yang sekaligus difungsikan layaknya kedua tangannya.
Sebab, kedua tangannya memang tak ada karena cacat bawaan sejak lahir. Namun demikian, ia terlihat dengan cekatan menulisnya.
Caranya, pensilnya itu dijepit di antara ibu jari dengan telunjuk jari kaki kanannya. Begitu juga saat menghapus atau mengambil penggaris, juga tak kesulitan.
"Walaupun saya sakit seperti ini, namun saya berusaha berbuat seperti orang normal," ujarnya ditemui sehabis mengerjakan soal.
Bahkan, ia tak tampak minder di antara teman-temannya. Sepertinya, ia sadar betul dengan kekurangannya itu.
Makanya, ia jauh-jauh hari menyiapkan diri sebelum pelaksanaan Unas. Malah di sekolahnya, ia ranking lima besar.
Bahkan, ia pernah juara tiga lomba membaca dan membuat puisi tingkat Pemprov Jatim, untuk tingkat pelajar SMP. Itu tahun 2014 lalu.
"Walaupun kondisi fisiknya seperti itu, namun ia sangat mandiri. Bahkan, kepeduliannya cukup tinggi. Misalnya, melihat ada sampah di sekolah, ia langsung pungut dengan kakinya dan dimasukkan ke bak sampah," ungkap Dra Nanik Nur Hajati, Kasek MTSN Srengat.
Yang membuat para gurunya kian salut, kata Nanik, tiap jam istirahat, tak dipakai bermain. Namun, anak pasangan M Kholili (40) dan Anisa (38) ini selalu rajin menjalankan salat Dhuha di musala sekolah.
Mungkin saja, dari istiqomahnya menjalankan Salat Dhuha itu, segala urusannya dimudahkan. Seperti, sebelum lulus, ia sudah diterima di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Kota Blitar, melalui jalur Penelusuran Minat dan Bakat (PMDK) siswa.
"Itu karena ia termasuk anak berprestasi. Seperti, pintar Matematika dan juara puisi," ungkapnya.
Untuk ke sekolah, tiap hari ia diantar jemput ibunya dengan dibonceng sepeda motor karena jarak rumahnya dengan sekolahannya itu sekitar 7 km.
"Saya ingin melanjutkan sampai perguruan tinggi karena saya ingin jadi dokter," ujar Wit.