Din kembali menyatakan tak pernah bermusuhan dengan TNI maupun polisi. Ia hanya menuntut keadilan kepada Pemerintah Aceh.
Namun, operasi yang dilancarkan aparat TNI dan polisi membuat ia harus kehilangan beberapa rekannya, termasuk kartu identitas dirinya (KTP dan dua kartu asuransi) hilang dalam kontak tembak di perbukitan Gampong Geuni, Kecamatan Tangse, Pidie, Selasa (26/5) lalu.
Namun, ia menegaskan akan tetap melanjutkan perjuangan sampai cita-citanya terwujud. “Sebelum ada keadilan itu, biar saya dikejar-kejar, biarkan saya tutup mata di sini,” ucapnya.
Di sela-sela wawancara, suara Din Mini seperti tercekat. Lalu dia ungkapkan pahit getir hidup keluarganya di masa silam. Ia mengaku ayahnya, Ismail Amat, hilang pada masa konflik.
Nasib yang sama juga terjadi pada adiknya, Hamdani alias si Tong. Hingga sekarang kubur keduanya tak pernah diketahui.
“Abeh ureung chiek lon, lage abeh eh bak jalan. Hana meupat kubu. Sedih that lon. (Orang tua saya meninggal seperti es mencair di tengah jalan. Tak tahu di mana kuburnya),” ujar Din Minimi terharu.
Menurutnya, perlakukan Pemerintah Aceh yang bersikap tidak adil pascadamai makin menggumpalkan kekecewaannya. Akhirnya Din Minimi memilih kembali memanggul senjata.
Saat Serambi bertanya tentang keinginan istrinya agar turun gunung, Din Minimi kukuh dengan pendiriannya, tetap berjuang mencari keadilan. Ia mengatakan anak dan istri adalah jiwa baginya.
“Tapi kalau saya wujudkan keinginan untuk bertemu istri dan anak saya sekarang, lalu bagaimana dengan anak-anak yatim yang ada bersama saya di sini sekarang?” ujarnya lirih.
Din Minimi mengaku memendam harapan suatu kelak ia dapat bertemu dengan anak dan istrinya, setelah perjuangannya selesai.
“Selama ini tak pernah ada kesempatan lagi bermanja-manja dengan anak-anak saya. Siang dan malam terkadang saya juga menangis di sini teringat mereka,” ujarnya.
Ketua LSM Aceh Human Foundation (AHF), Abdul Hadi Abidin, kepada Serambi mengatakan telah mengenal lama Din Mini.
Baik saat menjadi kombatan GAM sampai Din menjadi operator buldozer dalam proyek pembangunan yang dikelola Abdul Hadi di bawah naungan LSM AHF.
“Kami berkenalan sejak sama-sama menjadi tentara GAM. Sedangkan saya ada di wilayah Pante Bidari,” ujar Abdul Hadi yang juga Ketua Asosiasi Kontraktor Aceh Timur.