Laporan Tim Wartawan Serambi Indonesia
TRIBUNNEWS.COM, ACEH - Nurdin bin Ismail Amat alias Din Minimi bersama kelompoknya diburu personel kepolisian di wilayah Aceh dibantu TNI yang selama ini disangka terlibat sejumlah kasus misalnya kekerasan dan perampokan. Tapi Din Minimi membantah.
"Kami bukan perampok. Kami tak menembak TNI. TNI mana yang kami tembak? Sekarang empat rekan saya sudah syahid, juga Yusliadi. Dia adalah seorang yatim. Bagaimana nasib keluarga dan anak-anak mereka? Apakah pemerintah masih ingin melanjutkan konflik ini?" ujar Din Minimi saat dihubungi Serambi Indonesia, Kamis (28/5/2015).
Polisi mengangat anggota kelompok Din Minimi. (Foto Serambi Indonesia)
Din Minimi menegaskan tak bakal turun gunung dan melakukan perlawan terhadap Pemerintah Aceh yang selama ini belum memberikan kesejahteraan terhadap eks kombatan Gerakan Aceh Merdeka dan anak-anak korban konflik. (Baca juga: Kelompok Din Minimi Tak Terbuah Hukuman Ringan)
Saat ditelepon, Dini tak memberitahu posisinya. Ia dan kelompoknya selama ini kerap berpindah-pindah tempat dan keluar masuk hutan. Terakhir bersama komplotannya ia terpantau di Pidie dan sempat kontak senjata dengan polisi dan TNI, Selasa (26/5/2015) lalu.
Polisi dibantu personel TNI menyisir kelompok Din Minimi di Pidie, Aceh, Selasa (26/5/2015). (Foto Serambi Indonesia)
Din menyatakan tak pernah bermusuhan dengan TNI maupun polisi. Ia hanya menuntut Pemerintah Aceh berlaku adil. Namun, operasi yang dilancarkan aparat TNI dan polisi membuat ia harus kehilangan beberapa rekan, termasuk KTP dan dua kartu asuransinya hilang saat kontak senjata.
Namun, ia menegaskan akan tetap melanjutkan perjuangan sampai cita-citanya terwujud, tak peduli meski istri dan ketiga anaknya di rumah merindukan Din Minimi. "Sebelum ada keadilan itu, biar saya dikejar-kejar, biarkan saya tutup mata di sini," ucapnya.
(Baca juga: Kehidupan Istri Din Minimi Ditinggal Tujuh Bulan)
Suara Din Minimi tercekat saat mengingat hidup keluarganya. Ayahnya, Ismail Amat, hilang pada masa konflik. Nasib yang sama dialami adiknya, Hamdani alias si Tong. Hingga sekarang kubur keduanya tak pernah diketahui.
"Orang tua saya meninggal seperti es mencair di tengah jalan. Tak tahu di mana kuburnya," ujar Din Minimi. Menurut dia, Ketidakadilan Pemerintah Aceh pascadamai makin membuat eks kombatan seperti dirinya kecewa. Inilah yang memaksa Din Minimi kembali memanggul senjata.
(Kiri ke kanan) Rizki Maulana (13), Linawati istri Din Mini sedang menggendong Asmiranda (3), dan Mahdalena (9) di rumahnya di Desa Ladang Baro, Kecamatan Julok, Aceh Timur, Kamis (27/5/2015).
Din Minimi berharap, kelak setelah perjuangannya selesai dapat bertemu anak dan istrinya. "Selama ini tak pernah ada kesempatan lagi bermanja-manja dengan anak-anak saya. Siang dan malam terkadang saya juga menangis di sini teringat mereka,” ujarnya.
Ketua LSM Aceh Human Foundation (AHF), Abdul Hadi Abidin, kepada Serambi mengatakan telah mengenal lama Din Minimi. Baik saat menjadi kombatan GAM sampai Din menjadi operator buldozer dalam proyek pembangunan yang dikelola Abdul Hadi di bawah naungan LSM AHF. (Baca juga: Anggota Kelompok Bersenjata Din Minimi Kembali ke Istrinya)
Zulkarnaini alias Glok, salah satu anggota kelompok Din Minimi yang menyerahkan diri belum lama ini. (Foto Serambi Indonesia)
"Kami berkenalan sejak sama-sama menjadi tentara GAM. Sedangkan saya ada di wilayah Pante Bidari,” ujar Abdul Hadi yang juga Ketua Asosiasi Kontraktor Aceh Timur.
Pada 2011, Din Minimi tak lagi bekerja sebaga operator buldozer. Sejak itu Din mulai memperlihatkan ketidaksukaannya kepada kepemimpinan “Zikir” yang dinilainya tak tepat janji.
Din Mimini adalah pria yang teguh prinsip akan ideologi sekaligus sosok ayah yang baik dalam keluarga. Abdul Hadi mengapresiasi sikap Danrem Lilawangsa yang sudah menghubungi Din Minimi dan meminta segera meletakkan senjatanya.
“TNI/Polri sudah melakukan langkah persuasif, kami berharap Din Minimi mau kembali ke masyarakat dan keluarganya. Saya siap memfasilitasi Din Minimi turun gunung,” kata pria yang kerap disapa Adi Maros itu.
Adi menambahkan, sampai saat ini ia masih memiliki hubungan baik dengan Din Minimi lewat jalinan komunikasi telepon. “Saya ingin Bang Din selamat dan berkumpul kembali dengan keluarganya. Hanya itu cita-cita saya,” ucap Adi Maros.