TRIBUNNEWS.COM, SOLO - Tim Media Center pernikahan Putra sulung Presiden Joko Widodo, Mufti Rahardjo menjelaskan, seluruh prosesi pernikahan Gibran-Selvi menggunakan adat Jawa Solo.
Menurutnya, hal itu sesuai keinginan kedua calon pengantin yang asli dari Kota Bengawan.
Namun demikian, tidak semua adat Jawa diikuti. Ada beberapa yang dimodifikasi diseuaikan dengan perkembangan zaman. Tradisi pingitan misalkan, tidak dilakukan Gibran dan Selvi sama halnya seperti zaman dulu.
“Semua menggunakan prosesi Jawa. Namun, memang ada beberapa hal yang sudah disesuaikan, nut jaman kalakone. Seperti halnya pingitan tidak mutlak dilakukan seperti zaman dulu,” ungkapnya.
Mufti menjelaskan, pada zaman dulu beberapa hari menjelang pernikahannya, kedua calon pengantin dilarang bertemu atau pun ke luar rumah.
“Kalau untuk Mas Gibran dan Mbak Selvi ini pingitannya sudah disesuaikan kondisi sekarang. Intinya mereka diminta mengurangi aktivitas dan tidak bepergian ke luar kota dulu,” paparnya.
Pingitan Dalam Tradisi Jawa
Dalam tradisi pernikahan adat Jawa gaya Surakarta, dikenal tradisi pingitan. Namun tradisi ini hanya berlaku bagi calon pengantin perempuan. Saat jalani pingitan, biasanya calon mempelai perempuan dilarang keras untuk keluar rumah, dan bertemu dengan siapapun kecuali kerabat inti. Kenapa?
Kangjeng Gusti Pangeran Haryo (KGPH) Puger, Wakil Raja Keraton Surakarta menjelaskan, jika dalam tradisi Keraton, pingitan juga disebut sebagai sengkeran.
“Pingit atau sengker itu pengertiannya adalah dijaga, bukan dikurung. Dijaga dari mara bahaya, hal dan pengaruh buruk pihak tertentu, yang dikhawatirkan bisa menggagalkan prosesi pernikahan nantinya,” jelas Gusti Puger.
Selain itu, secara keyakinan agama, status calon pengantin berarti belum menjadi muhrimnya, dan akan tidak beretika serta memerosotkan wibawa keluarga, jika berhubungan terlalu dekat menjelang pernikahan terjadi.
Saat jalani sengkeran itulah, calon mempelai wanita biasanya sudah mengenakan busana dan riasan khusus. Tujuannya adalah sebagai penanda, jika dirinya sudah ada yang melamar, dan segera menjalani pernikahan.
Disitu, calon pengantin perempuan juga diwajibkan untuk sesirih atau mendekat diri kepada Tuhan YME, sesuai dengan agama dan kepercayaan yang dianut.
Tujuannya selain memohon keselamatan dan kelancaran acara pernikahan, juga supaya diberikan ketenangan, sehingga tak ragu lagi memasuki gerbang pernikahan.
“Kalau hatinya tenang, dirias juga lebih mudah dan pasti lebih cantik hasilnya. Kalau istilah Jawa bisa pecah pamore atau keluar inner beauty – nya. Sehingga bisa manglingi bagi tamu yang melihatnya nanti,” tegas Gusti Puger.
Sesirih pun diwajibkan kepada pihak calon mempelai laki-laki, sehingga diharapkan bisa mengimbangi pamor dari calon istrinya.
Gibran dan Selvi akan menikah 11 Juni 2015 mendatang. Prosesi akan diawali dengan lamaran yang rencananya akan digelar 9 Juni besok.
(Dini Tri Winaryani/Deniawan Tommy CW/Joglosemar)