Meski demikian, ia kudu merelakan tiap malam tubuh moleknya dijadikan lahan bebas untuk dijamah-jamah para lelaki hidung belang.
“Awalnya risih Mbak, dijamah, tapi ya gimana lagi. Kalau tidak mau dibegitukan, ya kita tidak (akan) dapat uang. Apalagi Mami nyuruh kita melayani tamu hingga puas. Tapi kalau urusan ranjang, aku selalu menolak. Alasannya haid,” ungkap Tina.
Dari servis yang ia berikan, uang senilai Rp150.000 – Rp200.000 bisa ia peroleh tiap malam.
Dari penghasilan tersebut, ia harus membaginya untuk membayar utang orangtua, membayar kos dan listrik, dan membeli baju seksi serta alat-alat kosmetik.
Alhasil dengan kerja kerasnya itulah, Tina dapat melunasi hutang orangtuanya dan kembali ke pelukan mereka.
Bagusnya, Tina berhasil mengumpulkan cukup modal bagi orangtuanya untuk berjualan ikan di pasar.
Sekarang ini, penggalan kehidupannya itu justru menemukan makna lebih dalam setelah ia menjadi agen sosialisasi di masyarakat untuk kasus-kasus trafficking yang terjadi di Indonesia. (intisari-online.com)