Laporan Wartawan Tribun Bali, I Putu Darmendra
TRIBUNNEWS.COM, BANGLI – Mendung menyelimuti Dusun Penaga Landih, Desa Landih, Kecamatan Bangli, Bali, Rabu (8/7/2015) siang.
Gerimis hujan sedikit membasahi tanah kering berdebu di halaman rumah keluarga I Wayan Sudika (24). Kendati demikian, gubuknya tak henti didatangi donatur.
Begitu besar perhatian masyarakat dengan kondisi keluarga tidak mampu ini. Tidak hanya anak pertamanya, Ni Wayan Sintia Diana Wati (5), yang mendapatkan perhatian.
Ni Wayan Sintia tampak gembira memegang mainan yang diberikan para donatur yang berkunjung ke rumahnya di Desa Landih, Bangli, Rabu (8/7/2015).
Anak bungsunya yang belum genap berumur satu bulan, I Komang Sugianta, juga diberikan bantuan. Peralatan bayi seperti bedak, sabun, selimut, obat-obatan, bahkan kereta bayi berjejer memenuhi ranjang kayu tempat keluarga ini menerima tamu.
"Ini untuk apa ya?," tanya Sudika melihat sembari mencoba membaca sejumlah perlengkapan bayi yang ditulis dengan bahasa Jerman. Setelah melihat petunjuk gambar ia berkata, "Oh ini bedak untuk bayi."
Pandangannya kemudian beralih tertuju pada kereta bayi. Ia mencoba memahami bagaimana nanti cara menaruh anaknya di kereta tersebut. Sembari bercanda, ia mengajak Sintia naik ke kereta.
"Mai Sin menek, bapak norong (Sini Sin naik, bapak yang dorong)," kata dia mengajak anak manisnya itu.
Sintia enggan mendekat. Bocah yang memiliki wajah mirip mendiang Engeline ini tertawa tersipu malu menyembunyikan wajah lugunya di balik punggung sang ibu, Ni Wayan Setiani (23).
Selain peralatan bayi, Sudika juga menerima sembako. Daging ayam yang terbungkus plastik langsung digoreng, lantaran keluarga ini tidak memiliki lemarin pendingin untuk menyimpan daging. Sudika khawatir, jika dibiarkan dagingnya membusuk.
"Sintia kalau mau makan ngambil sendiri. Kalau tidak nafsu, dipaksa pun tidak mau. Makanya dia kurus. Ini daging yang diberikan saya goreng, baru dia mau makan. Jarang sekali kami ada lauk, biasanya sayur-sayuran di depan rumah saja," ucapnya.
Sintia sempat sakit sejak tiga hari yang lalu. Badannya panas dingin. Suhu di sana juga sehari-hari begitu dingin. Setelah rumahnya ramai dikunjungi donatur, sore menjelang malam rona wajah Sintia berubah murung.
"Saya lihat Sintia murung, bengong duduk di dekat Perapen. Saya ambil, badannya panas," tutur Sudika.