TRIBUNNEWS.COM, LHOKSEUMAWE - Lembaga Kajian Ilmu Falak (LKIF) STAIN Malikussaleh Lhokseumawe, memperkirakan akan terjadinya perbedaan penentuan 1 Syawal atau Idul Fitri, antara 17 Juli 2015 dan 18 Juli 2015.
Hal ini disebabkan, saat jatuhnya hari rukyah yakni 29 Ramadhan atau 16 Juli 2015, posisi hilal (bulan sabit) saat matahari terbenam sangat rendah, yakni tidak sampai empat derajat di atas ufuk barat, sebagai batasan minimal bisa dilihat dengan mata telanjang.
Pembina LKIF STAIN, Tgk Ismail Is, Jumat (10/7) menjelaskan, berdasarkan data perhitungan ilmu falak dalam menentukan awal jatuhnya bulan Syawal, maka akan terjadinya konjungsi geosentrik (posisi bulan, matahari dan bumi berada satu garis) atau juga dikatakan jtima’, pada 16 Juli 2015 atau 29 Ramadhan yakni pukul 08.24 WIB. “Dengan begitu maka rukyah bisa dilakukan pada 16 Juli sore yakni saat matahari terbenam,” jelasnya.
Jadi bila dilihat dari ilmu falak, maka tinggi hilal saat matahari terbenam di Indonesia pada hari tersebut berkisar antara 1,30 derajat sampai dengan 2,91 derajat. Besar sudut elogasi (jauh bulan ke matahari) saat matahari terbenam berkisar antara 5,31 derajat sampai dengan 6,43 derajat, dan umur bulan antara 7,17 jam sampai dengan 10,55 jam, terhitung saat setelah ijtima’ sampai matahari terbenam.
Jadi berdasarkan data tersebut, dimana posisi hilal sangat rendah, maka saat dilakukan rukyah pada 16 Juli, dipastikan hilal tidak akan bisa dilihat dengan mata telanjang, tapi harus menggunakan alat bantu teleskop. Serta pastinya harus didukung dengan cuaca yang cerah.
Sedangkan lama hilal di seluruh Indonesia hanya sekitar 13 menit di atas ufuk sesudah matahari terbenam. “Sehingga dari semua kondisi tersebut, sangat berpeluang besar terjadinya gagal rukyah atau tidak terlihat hilal di seluruh Indonesia,” ulasnya.
Sedangkan bila terjadi gagal rukyah, maka ormas Islam yang menganut teori visibilitas hilal (hilal bisa dilihat saat rukyah dengan katagori tertentu) maka tetap akan menggenapkan Ramadhan 30 hari, dan 1 Syawal ditetapkan pada 18 Juli 2015. Sedangkan ormas yang memegang teori wujudul hilal (hilal terwujud secara perhitungan) tetap akan menetapkan 1 Syawal pada 17 Juli 2015, karena semua ketentuan dalam teori ini sudah terpenuhi. “Jadi didasari kondisi ini maka saya pastikan potensi berbeda penetapan 1 Syawal di Indonesia tetap berpeluang terjadi,” ujarnya.
Jadi dengan ada potensi terjadi perbedaan kali ini, dia pun mengharapkan agar masyarakat seluruh masyarakat Indonesia kiranya mau menjadikan pemerintah sebagai otoritas tunggal dalam penentuan awal Syawal. “Mari kita hormati hasil keputusan sidang istbat yang dilakukan Kementerian Agama pada tanggal 16 Juli 2015 untuk menentukan 1 Syawal atau hari raya Idul Fitri 1436 H. Namun bila pun nanti perbedaan tetap terjadi, maka kita berharap kepada seluruh masyarakat untuk saling menghormati antar sesama dan tidak saling menyalahkan,” demikian Tgk Ismail Is.(bah)