TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Posko THR (Tunjangan Hari Raya) 2015 yang dibuka oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya bersama Relawan Buruh Jawa Timur, menerima laporan 7.000 lebih buruh yang tidak memperoleh tunjangan hari raya pada saat hari raya Idul Fitri.
7.746 buruh atau pekerja di Jawa Timur terpaksa merayakan hari raya Idul Fitri tanpa menerima uang Tunjangan Hari Raya (THR), yang seharusnya diberikan perusahaan paling lambat seminggu sebelum Lebaran. Posko THR 2015 mencatat 46 perusahaan di delapan Kabupaten dan Kota di Jawa Timur yang tidak membayarkan THR kepada pekerja atau buruhnya.
Relawan buruh Jawa Timur, Jamaludin mengatakan, tidak dibayarkannya THR kepada buruh lebih disebabkan alasan klasik, yakni terkait dengan kemampuan ekonomi perusahaan serta status pekerja atau buruh yang bersangkutan.
“Alasannya, ya alasan-alasan klasik, bahwa pekerja buruh ini sedang dalam proses PHK, pekerja buruh ini berstatus kontrak dan outsourcing, kemudian perusahaan dalam kondisi tidak mampu, jadi itu alasan-alasan klasik, sehingga akhirnya yang terjadi adalah THR dibayarkan kurang, THR tidak dibayarkan sama sekali, atau THR dibayarkan dalam bentuk yang lain, ada yang parcel, ada yang baju lebaran, atau hanya sekedar kue-kue lebaran, seperti itu,” kata Jamaludin, relawan buruh Jawa Timur.
Posko THR kata Jamaludin, merekomendasikan pembentukan peraturan hukum yang melindungi pekerja atau buruh, terutama mengenai hak pembayaran THR beserta besaran nilai THR, yang harus dibayarkan perusahaan kepada pekerjanya.
“Salah satu rekomendasi dari Posko THR ini adalah perlunya payung hukum yang lebih kuat. Payung hukum ini bisa berbentuk Peraturan Daerah, dan yang kedua adalah berbentuk Undang-undang. Substansi dari pengaturan kedepan ini adalah adanya sanksi yang lebih tegas dan kuat. Besaran nilai THR ini mengarah kepada nilai yang lebih layak, tidak hanya satu bulan gaji seperti yang diatur di ketentuan Peratutan Menteri Tenaga Kerja nomor 4 Tahun 1994,” lanjutnya.
Koordinator Posko THR yang juga aktivis LBH Surabaya, Abdul Wachid Habibullah menegaskan, pemberian sanksi pidana harus diberikan kepada perusahaan yang melanggar ketentuan peraturan perundangan yang berlaku, sehingga ada efek jera dan perbaikan di tahun-tahun mendatang mengenai pembayaran THR bagi buruh atau pekerja.
“Pemberian THR ini kan sama dengan pemberian upah ya. Kalau dalam Undang-undang Tenaga Kerja itu emberikan upah di bawah UMR aja pidana, ini kan seharusnya hak THR tidak diberikan maka harus ada sanksi pidana yang mengatur, dan itu sebenarnya rekomendasi dari posko ini itu juga harus diaturdalam Perda, untuk setidaknya bahwa ada dasar hukum yang nanti bisa dipakai oleh pemerintah untuk melakukan sanksi kepada pihak perusahaan,” kata Abdul Wachid Habibullah, Koordinator Posko THR.
Sumber:VOAIndonesia