TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Gubernur Jatim yang juga Ketua DPD Partai Demokrat Soekarwo optimistis bahwa tak akan ada penundaan Pilwali Surabaya hingga 2017.
Dalam kurun waktu perpanjangan pendaftaran calon saat ini, akan ada calon yang mendaftar.
"Insya Allah ada calonlah. Memang regulasi di KPU dan aturan administrasinya, karena yang mendaftar kurang dari dua pasangan calon harus diperpanjang masa pendaftarannya," kata Karwo di markas Kodam V Brawijaya Surabaya, Rabu (29/7/2015).
Apakah ini tersirat bahwa Karwo akan ikut "mengintervensi" sehingga akan muncul calon di Surabaya?
Karwo hanya menuturkan bahwa seiringnya waktu selama perpanjangan masa pendaftaran akan dimaksimalkan oleh partai.
Selama tiga hari 29-31 Juli sosialisasi bahwa pendaftaran calon kepala daerah diperpanjang. Kemudian masa pendaftaran 1-3 Agustus 2015.
Saat didesak lebih jauh menyangkut makna yang dimaksud ada calon, Pakde Karwo masih enggan berkomentar lebih jauh.
Namun Gubernur Jatim ini meminta semua pihak menghargai proses di KPU. Karena dalam aturannya memang Pilkada baru digelar manaka calon minimal dua.
Menyangkut Pejabat Sementara (Pjs) untuk menggantikan posisi kepala daerah yang maju Pilkada, Karwo telah menunjuk mereka. Semua diminta untuk mengajak da menggerakkan menghargai regulasi Pemilu.
Karwo berharap ada calon untuk maju di tiga daerah di Jatim biar tak terjadi calon tunggal. Apalagi hingga Pilkada ditunda sampai 2017. "Tapi menyuruh orang untuk sekadar maju dan kalah itu ya repot," canda Pakde Karwo.
Bagaimana jika masa perpanjangan tetap tak ada calon hingga Pilkada ditunda 2017, Pakde Karwo meminta jangan berpikir sesuatu yang belum terjadi. Apalagi berpikiran buruk. Namun, dipastikan pemerintahan akan berjalan baik.
"Semua unsur pemerintahan berjalan normal. Jangan berpikiran buruk kalau PJs kepala daerah bisa mengacak-acak tatanan di pemerintah. PJs akan menata dengan lebih baik," kata Pakde.
Namun PJs ini direaksi oleh salah satu anggota Komisi Pelayanan Publik Jatim, Abdullah. Dia meragukan netralitas PJs ini dalam mengawal Pilkada. Sulit menjauhkan jabatannya dari kepentingan politik.
"PJs itu adalah pejabat titipan. Tak boleh membuat keputusan strategis, meski berkaitan dengan pelayanan masyarakat. Pelayanan publik menjadi tak maksimal," reaksi Abdullah.