Laporan Reporter Tribun Jogja, Anas Apriyadi
TRIBUNNEWS.COM, BANTUL – Kasih sayang orangtua sepanjang masa, begitulah Sandiman (75) di usianya yang sudah lanjut, Ia masih merawat ketiga anaknya yang sudah dewasa layaknya anak-anak.
Pasalnya, ketiga buah hatinya tumbuh besar dalam kondisi fisik dan mental yang tidak sempurna, selain mengalami retardasi mental berat, tubuh ketiga anaknya juga menderita kelumpuhan sejak lahir.
Adalah Eko Nur Rahmat (40), Dwi Nurbintarti (37), dan Khoirul Syamsuri (34), ketiga anak Sandiman yang sejak lahir hanya bisa terbaring karena tak mampu berjalan. Hanya Eko, sang anak tertua yang masih bisa berjalan-jalan meskipun dengan ngesot. Selain itu, mereka juga tidak bisa berkomunikasi, jika membutuhkan sesuatu ke ayahnya mereka hanya bisa berteriak ataupun menangis.
Sandiman yang merupakan seorang pensiunan guru SMP N 1 Sewon ini kini harus merawat ketiga anaknya seorang diri karena sang istri, Tukirah telah meninggal sejak setahun yang lalu.
“Sesudah ibunya tidak ada ya cuma saya, harus bagaimana lagi, ya semampu saya, kadang dibantu keponakan saya untuk memandikan mereka,” ujarnya saat ditemui di kediamannya, di dusun Manding RT 8, Sabdodadi, Bantul pada Selasa (28/7/2015).
Sandiman bercerita, setiap harinya mulai dari bangun tidur, Ia harus segera memasak air untuk memandikan ketiga anaknya. Tiap hari, ketiga anaknya memang harus dimandikan dengan air hangat, baik saat pagi maupun sore.
“Yang paling besar itu mandinya sesukanya, sampai berendam terus di ember,” ceritanya.
Karena anaknya tidak bisa berjalan, Ia pun harus membopong mereka untuk dimandikan. Sandiman sendiri sebenarnya merasa kesulitan menopang berat badan anaknya yang telah dewasa. Beruntung ada keponakannya yang bisa membantunya mengangkat mereka.
“Seperti hari ini keponakan saya sedang tidak kesini, ya saya seret saja tikarnya,” tukasnya.
Tak hanya memandikan, Sandiman pun harus mencuci sendiri pakaian ketiga anaknya tiap harinya. Mencuci pakaian yang penuh ompolan dan tinja anaknya baginya adalah hal yang biasa, karena anaknya sendiri kesulitan untuk bermobilisasi bahkan untuk buang air. Ia merasa kalau bukan dia sebagai ayah, siapa lagi yang mau mengurusi hal seperti itu.
Untuk makan ketiga anaknya, sepeninggal istrinya Sandiman sendiri yang sering memasak untuk mereka meski kadang juga membeli makanan dari warung. Sandiman juga harus dengan sabar menyuapi ketiga anaknya satu-persatu.
“Kadang waktu nyuapin yang besar, yang kecil nangis,” kisahnya.
Sandiman dengan sabar menyuapi ketiga anaknya untuk makan tiga kali sehari, meskipun kadang keponakannya membantu. Untuk menyiapkan makanan untuk ketiga anaknya, Sandiman pun tidak bisa sembarangan, karena meskipun anak-anaknya tidak bisa berkomunikasi, mereka punya selera sendiri untuk makan.