Laporan Wartawan Surya Yuli Ahmada
TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Saban Agustus, suara Bung Karno atau Soekarno atau Sukarno saat membaca naskah Proklamasi sering diputar ulang, baik di media televisi, radio maupun berbagai acara.
Namun, jarang sekali yang menerangkan bahwa sesungguhnya suara itu bukan berasal dari masa 17 Agustus 1945, melainkan sekitar 5 tahun kemudian.
Bagaimana itu bisa terjadi?
Inilah kisahnya menurut Jusuf Ronodipuro yang diwawancarai SURYA di rumahnya, Jl Talang Betutu 20, Jakarta Pusat, 5 Agustus 2007 silam.
Saat itu, Jusuf terserang stroke dan bicaranya kurang lancar. Sekitar 5 bulan kemudian, ia wafat persisnya tanggal 27 Januari 2008.
Jusuf pada era 1945 adalah wartawan radio resmi pendudukan Jepang.
Saat proklamasi kemerdekaan RI dibacakan, dia juga meliput tapi terhalang penjagaan militer Jepang.
Ia gagal merekam suara Bung Karno tapi menyiarkan kabar itu petang harinya.
Setelah sekitar 5 tahun kemudian, dia memberanikan diri untuk membujuk Bung Karno agar bersedia membacakan lagi naskah Proklamasi untuk direkam.
"Tidak bisa! Proklamasi hanya satu kali, tidak bisa diulang!" jawabBung Karno menurut Jusuf.
Namun, Jusuf mengajukan argumentasi bahwa jika tidak ada rekaman suaranya, bangsa Indonesia tidak punya dokumentasi audio untuk peristiwa penting itu.
Akhirnya, Bung Karno setuju suaranya direkam saat membacakan naskah Proklamasi.
Jusuf yang kelahiran Salatiga, 30 September 1919 itu kemudian sempat lama jadi Duta Besar RI untuk Cuba semasa Presiden Fidel Castro.
Usai melayani wawancara, mantan Duta Besar RI di negeri penghasil cerutu itu menghadiahkan sebatang cerutu.