TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Ekologi dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Arief Satria angkat bicara mengenai reklamasi yang kerap menimbulkan pro kontra di tengah masyarakat.
Peraih gelar doktor di Marine Policy, Universitas Kagoshima, Jepang ini mengatakan tidak ada masalah dengan reklamasi sepanjang aturan yang berlaku dipenuhi.
Arief menyatakan, salah satu tujuan reklamasi adalah merehabilitasi kondisi pantai yang sudah rusak. “Reklamasi tujuannya untuk rehabilitasi. Kalau pantai rusak, reklamasi salah satu solusinya. Kedua, ekonomi. Reklamasi juga bisa mendatangkan perekonomian bagi masyarakat sekitar,” katanya ketika dihubungi, Kamis (10/9/2015).
Penulis buku Managing Coastal and Inland Waters ini juga mengatakan aturan terkait reklamasi sudah jelas dan detail. Bila ada pihak yang ingin mereklamasi pantai, maka tinggal mematuhi saja semua aturan yang ada.
“Kalau sudah memenuhi semua aspek, semua aturan, ya silahkan saja. Kalau pendekatannya legal dan teknis sudah ok, ya tinggal pendekatan politik, seperti bagaimana kebijakan pemerintahnya,” ujarnya.
Namun, ucap Arief, tidak sembarangan bisa melakukan reklamasi. Pendekatan legal dan teknis harus dilakukan melalui kajian akademik. “Tentu kajian akademik yang sah, dan yang diakui pemerintah,” katanya.
Arief mengatakan, wajar saja bila muncul pro kontra di masyarakat ketika ada rencana reklamasi terhadap sebuah wilayah. “Namun, kalau sudah ada pendekatan legal dan teknisnya, itu terserah pemerintah mau ambil keputusan atau tidak, karena bukan persoalan legal dan teknis lagi.
Menurut Arief, reklamasi yang berhasil terdapat di Jepang dan Singapura. Kedua negara itu, ujarnya, berhasil melakukan reklamasi dengan beragam tujuan.
“Jepang itu semua reklamasi. Singapura juga. Kedua negara ini berhasil melakukan reklamasi,” katanya.
Diketahui, kondisi di Teluk Benoa, Bali kini kian mengkhawatirkan. Pendangkalan akibat adanya sedimentasi terus terjadi. Pendangkalan sangat menganggu aktivitas para penduduk di sekitar Teluk Benoa yang mayoritas berprofesi sebagai nelayan. Karena, saat air laut surut, mereka tidak bisa beraktivitas mencari ikan dengan perahunya.
Selain adanya pendangkalan, di Teluk Benoa juga sekarang ini faktanya banyak sampah. Teluk Benoa sudah seperti tempat pembuangan sampah (TPS). Tak tanggung, setiap hari sampah yang diangkut hingga sebanyak empat truk.
Apabila kondisi ini dibiarkan dapat mengancam kelestarian hutan mangrove dan ekosistem lainnya di Teluk Benoa. Diperlukan revitalisasi kawasan Teluk Benoa dengan berbasis reklamasi agar lingkungan dan ekosistem di sana terselamatkan.