TRIBUNNEWS.COM - Dunia 'melihat' ke Aceh kembali dengan munculnya tindakan intoleransi penyerangan gereja-gereja di Kabupaten Singkil, Aceh.
Peristiwa ini mencuatkan keprihatinan yang amat mendalam dalam hidup bermasyarakat dan berbangsa. Pasca tsunami 2014, Aceh dibangun dalam semangat toleransi, pluralisme dan kemanusiaan.
Oleh karenanya, Aceh bukan milik masyarakat Aceh saja, tetapi Aceh milik Indonesia dan juga dunia.
Sehingga kasus kekerasan atas nama agama yang terjadi di Singkil mencoreng semangat kerukunan dan perdamaian yang telah tumbuh dalam masyarakat.
Demikian ditegaskan oleh Ikatan Sarjana Katolik Indonesia (ISKA) melalui rilisnya kepada Redaksi Tribunnews terkait dengan kasus Singkil, Aceh, pada Rabu (14/10).
Ketua Umum Presidium ISKA, Muliawan Margadana dan Sekjen ISKA, Joanes Joko secara lengkap menyatakan seabagai berikut:
1. Seperti yang telah ketahui bersama pada hari Selasa, 13 Oktober 2015, telah terjadi penyerangan oleh massa Intoleransi ke gereja-gereja di Kabupaten Singkil, Aceh.
Peristiwa ini mengakibatkan terjadinya korban meninggal dan luka sesama anak bangsa serta pengungsian masyarakat akibat situasi keamanan yang tidak menentu.
Berkaitan dengan kejadian ini, maka Presidium Pusat Ikatan Sarjana Katolik Indonesia menyatakan keprihatinannya.
2. Kita semua percaya bahwa hak beragama, berkeyakinan dan mengaktualisasikan keimanan dalam beribadat adalah hak setiap warga negara yg dijamin oleh Undang-undang Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
3. Masyarakat Aceh pasca Tsunami 2004 adalah masyarakat cinta damai yang telah dibangun kembali dengan semangat toleransi, pluralism dan solidaritas yang menghargai dan menjunjung tinggi Kemanusiaan.
Semangat Aceh bukan hanya milik masyarakat aceh saja tetapi juga milik masyarakat Indonesia dan dunia.
Maka kekerasan atas nama agama telah mencoreng semangat kerukunan dan perdamaian yang telah tumbuh di Bumi Rencong.
4. Penyerangan terhadap rumah ibadat sejatinya merupakan penyerangan terhadap logika dan keyakinan kemanusiaan yang menyadari kelemahannya sebagai mahluk ciptaan Allah yang Maha Esa.
Karena pada kenyataannya di rumah-rumah ibadat itulah -apapun agamanya- Allah Yang Maha Esa ditinggikan dalam berbagai cara dan keyakinan iman.
5. Meminta pemerintah dan seluruh jajarannya, khususnya Pemerintah Kab Aceh Singkil dan Prov Aceh untuk hadir bertindak tegas, cepat dan tepat, karena jelas peristiwa yang terjadi ini bertentangan dengan Pancasila dan UUD RI 1945.
Dan mengantisipasinya kemungkinan yang bisa mengakibatkan peristiwa Singkil berubah konflik yang lebih luas.
6. Kami meyakini bahwa Pancasila sebagai Roh dan inspirasi dalam kita hidup bersama sebagai bangsa Indonesia.
Untuk itu kami mengajak seluruh elemen anak bangsa dan jaringan lintas iman yang masih percaya akan Pancasila untuk terus menumbuhkan dan membangun solidaritas tanpa sekat.
7. Menginstruksikan pada seluruh Dewan Pimpinan Daerah (DPD) dan Dewan Pimpinan Cabang (DPC) ISKA diseluruh Indonesia untuk mengantisipasi segala kemungkinan yang terjadi akibat dari peristiwa ini dengan membangun komunikasi dan kerjasama bersama unsur masyarakat, khususnya yang menghargai toleransi dan keberagaman.
Demikian keprihatinan ini kami sampaikan agar kita bisa mengambil pelajaran bersama agar peristiwa ini tidak terulang pada masa yang akan datang di seluruh wilayah Indonesia yang masih menjunjung tinggi Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika.
Presidium Pusat
Ikatan Sarjana Katolik Indonesia (ISKA)
St.Albertus Magnus
Jakarta, 14 Oktober 2015
MULIAWAN MARGADANA– Ketua Presidium, JOANES JOKO – Sekretaris Jenderal. (*)