TRIBUNNEWS.COM, BLITAR - Satu di antara tujuh pendaki yang tewas terbakar di Gunung Lawu, diduga berasal dari Kota Blitar.
Diduga kuat, korban adalah Aris Munandar Sujono (25), lajang asal Jl Imam Bonjol, Kelurahan/Kecamatan Sanan Wetan, Kota Blitar, tepat selatan Pengadilan Negeri (PN) Blitar.
Ibu korban, Adelin Sumolan (49), ketika ditemui di rumahnya, Selasa (20/10/2015) siang, menceritakan kepergian anaknya ke Lawu.
Menurutnya, dua hari sebelum kejadian, Kamis (15/10/2015) malam, Aris mengirim SMS ke ibunya. Ia pamit akan mendaki ke Gunung Lawu. Selama ini korban bekerja di perusahaan sparepart alat berat di PT Cipta Krida Bahari, Jakarta.
Karena Aris memang hobi mendaki sejak remaja, ibunya tak keberatan. Cuma, ibunya berpesan agar berhati-hati.
"Anak saya itu sejak sekolah di SMA (SMAN 1 Kota Blitar), memang sudah suka mendaki. Mulai Gunung Semeru, Bromo, Kelud, Kawi, sudah berkali-kali didakinya," kata Adelin.
Saat itu, ibunya mengaku tak punya firasat apa-apa. Sebab, lulusan Universitas Brawijaya Malang itu dianggap sudah berpengalaman naik gunung.
"Saya hanya membalas dengan SMS saja. Nggak sempat saya telepon," paparnya.
Aris menyebutkan kalau akan mendaki bersama 12 temannya.
"Semuanya asal Jakarta, teman-temannya yang sepekerjaan," ungkapnya.
Baru Senin (19/10/2015) pagi, Ny Adelin mengetahui kabar kalau ada pendaki terbakar di Gunung Lawu. Saat itu, ia mulai khawatir dengan keselamatan anaknya. Namun berkali-kali anaknya ditelepon, tak berhasil.
Akhirnya, Senin siang, suaminya, Suryanto (58), berangkat ke Magetan karena ia mendengar kabar kalau korbannya dibawa ke RSUD Dr Sayidiman Magetan.
Sesampai di RS Magetan, sang ayah mengecek ke kamar mayat. Ternyata, masih ada satu mayat, yang kondisinya tak bisa dikenali karena mengalami luka bakar yang cukup parah. Namun, menurut Adelin, suaminya yakin kalau itu mayat anaknya.
Cuma, permintaan polisi, suaminya itu harus tes DNA dulu, untuk memastikan mayat itu adalah Aris. Bahkan, suaminya sempat perang mulut dengan petugas, ketika ingin membawa pulang mayat itu.
"Akhirnya, suami saya menuruti tes DNA. Namun, kami harus menunggu hasilnya satu minggu. Itu makin menambah kami susah, di saat kami berduka," tutur Adelin.
Adelin yakin kalau mayat itu adalah anaknya karena tinggal satu-satunya di kamar mayat itu. Sebab, mayat lainnya, sudah diambil keluarganya.
"Berarti, itu kan mayat anak saya. Wong mayat lainnya sudah diambil keluarganya. Selain itu, batin saya mengatakan demikian (mayat itu anaknya) karena saya yang mengandung dan melahirkan, sehingga perasaan saya mengatakan demikian," katanya.
Selasa siang, keluarga dan tetangga mulai berdatangan di rumah Adelin. Namun, Adelin hanya bisa terbaring lemah di kursi, ruang tengah. (har/surya/fiq/tyo/uji)