Laporan Wartawan Serambi Indonesia, Fikar W Eda
Aromanya khas. Berbeda dari aroma kopi umumnya. Saat lidah mencecap, menyiratkan sesuatu yang lain. Sensasi fermentasi unik dan asing.
MENGAWALI dengan senyum, Sabirin RB, menyebut kopinya sebagai 'wine coffee' atau kopi rasa wine (anggur).
Ia merasa bahagia, karena hasil kreasinya mampu memberi kekayaan rasa baru dalam tradisi minum kopi.
"Bahan bakunya sama, kopi jenis arabika. Hanya perlakuannya yang berbeda, sehingga menimbulkan sensasi wine," cerita Sabirin.
Ia menjelaskan sambil memperlihatkan beberapa karung berisi butiran biji kopi yang sudah siap roasting, di gudang miliknya di Timangan Gading Kecamatan Kebayakan Aceh Tengah.
Ia mengirim biji kopi rasa wine itu ke sejumlah tempat, Banda Aceh, Jakarta, Bali dan beberapa kota lainnya. "Pesanan lumayan dari Bali," cerita Sabirin.
Saat ini sedang dirintis kerjasama dengan pengusaha Korea yang terpikat dengan kopi 'rasa wine' milik Sabirin.
Sabirin menyebut produk olahannya sebagai kopi dengan citarasa berbeda. Dengan berani ia mengatakan, dirinya tidak sedang menjual biji kopi, tapi menjual citarasa kopi.
Kopi citarasa "wine" olahan Sabirin merupakan hasil eksperimen yang dilakukannya pada 2014 silam.
Ia ingin mendapatkan citarasa baru dari minuman kopi. Bagi penikmat kopi, inovasi dan kekayaan rasa menjadi salah satu unggulan.
Sabirin ingin membidik itu. Menurutnya, para penikmat kopi menginginkan sensasi tertentu saat minum kopi.
Ide cemerlang mendapatkan kopi dengan citarasa berbeda, merupakan warisan orang-orang tua di Gayo.
"Awan-awan (kakek-kakek,red) kita dulu terbiasa menghangatkan kopi yang sudah diseduh dalam cerek yang digantung di atas tungku. Ternyata praktik itu selain kopinya tetap hangat, juga memberi citarasa lain," kata Sabirin.
Kopi yang diperlukan seperti itu biasanya biji kopi yang diperoleh dari ketinggan tertentu.
Kopi olahan Sabirin dipetik dari perkebunan kopi di ketinggian 1500 meter di atas permukaan laut (dpl).
Memiliki getah biji yang lebih banyak dibanding biji kopi yang ditanam di bawah 1500 m dpl.
Keunggulan lainnya kandungan airnya juga lebih banyak dan kulit biji yang lebih tebal.
Sensasi rasa diperoleh dari getah biji tadi yang sudah melewati proses fermentasi.
Biasanya Sabirin membeli bahan bakunya lebih mahal dari kopi umumnya. Itu karena kopi yang tumbuh di ketinggian 1500 m dpl, memiliki masa panen lebih lama dan produksi terbatas.
Untuk mendapatkan kopi dengan citarasa 'wine' diperlukan waktu cukup lama sekitar 25 hari.
Mula-mula biji gelondong yang sudah matang dijemur berikut kulit merahnya di terik matahari selama 4-5 jam, lalu dibungkus dan 'diperam' atau disimpan selama 4-5 hari.
Langkah serupa dilakukan dua kali. Setelah itu dilakukan penjemuran kembali sampai benar-benar kering. Proses berikutnya mengupas kulit kopi dengan alat penggiling kopi, untuk mendapatkan gabah kopi.
Gabah lalu dijemur kembali dan setelah kering benar baru digiling kembali untuk mendapatkan biji kopi hijau atau 'green bean.'
Berikutnya kopi siap diroasting atau "digongseng" dan siap dijadikan bubuk untuk selanjutnya diseduh dan siap diminum.
Menekuni kopi fermentasi dilakukan Sabirin setelah ia bebas dari tugasnya sebagai Reje Kampung (Kepala Desa) Simpang IV Kecamatan Bebesen 2011-2013. Sebelumnya ia juga tercatat anggota Dewan Perwakilan Daerah Kabupaten Aceh Tengah (DPRK) 2004-2009 dari Partai Golkar.
"Ada tantangan baru saat terjun sepenuhnya sebagai usahawan kopi," komentar Sabirin dengan mimik serius. Ia adalah anak petani kopi. Lahir 1969 dan dikarunia empat orang anak.
Sabirin menamai kopi olahannya sebagai "arabica wine coffee" yang diproses secara alami. Awalnya ia menggunakan istilah "coffee wine" tapi urung, karena istilah serupa ada di luar negeri. Ia tak ingin memberi kesan meniru nama tertentu.
Ia menjual produknya per Kg Rp 300 ribu sampai Rp 500 ribu dalam bentuk biji hijau atau "green bean." Dalam bentuk bubuk dijual Rp 700 ribu sampai Rp 1 juta.
Tak mengandung alkohol
Sabirin juga sudah melakukan uji laboratorium terhadap kopi olahannya. Sama sekali tidak ditemukan kandungan alkohol atau benda-benda lain dalam kopi miliknya.
Uji laboratorium dilakukan pada Laboratorium Saraswati Indo Genetech, Bogor.
Hasil cupping oleh Balai Penelitian Kopi dan Kakao Jember, kopi 'arabica wine' milik Sabirin memperoleh skor sangat tinggi 83,88.
"'Cupping test' juga dilakukan Gayo Cupper Team dengan 'cupping score' 86,25.
Kopi Gayo unggul selain karena inkonsistensi rasa, juga masih memiliki peluang diversifikasi usaha di hilir.
Inovasi dan kreasi yang dilakukan Sabirin RB merupakan bagian dari diversifikasi tersebut. Semoga.(*)