TRIBUNNEWS.COM, NGAWI - Eko Nurhadi korban kebakaran hutan di puncak Gunung Lawu, warga Desa Brangol, Kecamatan Karangjati, Kabupaten Ngawi, akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya, Senin (26/10/2015) sore.
Eko sebelumnya menderita luka bakar cukup parah dan dirawat di RSUP dr Soetomo Surabaya,
Korban kebakaran Gunung Lawu yang selamat dan masih dalam perawatan medis di RSU Solo, tinggal Novi Dwi Istiwanti (15), anak Sumarwan (korban meninggal).
Eko Nurhadi, sepekan lalu setelah berhasil dievakuasi tim gabungan dari beberapa organisasi pecinta alam dan BPBD Magetan, Karanganyar, dan Basarnas dari puncak Gunung Lawu, langsung dilarikan ke RSUD dr Sayidiman, Magetan.
Namun, karena tenaga medis di RSUD setempat menyerah karena keterbatasan peralatan, korban dilarikan ke RSUP dr Soedono, Kota Madiun, belum genap semalam korban dilarikan ke RSUP dr Soetomo, Surabaya.
Saat dirawat di RSUP dr Soetomo ini korban sempat menjalani operasi, hingga akhirnya meninggal dunia, Senin (26/10/2015) sore.
Jenazah Eko Nurhadi tiba di rumah duka di Desa Brangol Kecamatan Karangjati, Kabupaten Ngawi langsung disalatkan, dan dibawa ke pemakaman umum desa setempat untuk dimakamkan.
Kepala Desa Brangol, Kecamatan Karangjati Arun Rosyid mengatakan sudah merupakan tradisi masyarakat setempat, selesai jenazah disalatkan di Masjid langsung dimakamkan.
"Jenazah almarhum (Eko Nurhadi) sebelum dimakamkan kita salatkan, baru kemudian dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum desa sini. Jadi hampir belum pernah ada jenazah diinapkan di rumah duka, dan ini sudah tradisi desa sini. Jam berapa pun jenazah datang langsung kita makamkan," ujar Kades Arun Rosyidi.
Eko Nurhadi hingga saat ini masih tercatat sebagai Sekretaris Desa Brangol, Karangjati, Ngawi. Almarhum Eko Nurhadi meninggalkan seorang istri dan seorang anak.
Eko Nurhadi, korban kebakaran hutan di puncak Gunung Lawu sepekan lalu, yang merupakan korban meninggal ke delapan.
Ketujuh korban meninggal sebelumnya sesuai hasil otopsi yang dilakukan tim Disaster Victim Identification (DVI) Polda Jatim yaitu, Rita Septi Hurika (21) asal Ngawi; Joko Prayitno (31) asal Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Kartini (25) asal Kebon Jeruk, Jakbar, Nanang Setia Utama (16) dari Ngawi, dan Sumarwan (40) , warga Ngawi, Awang (23) asal Ngawi, dan Aris Munandar warga Sanan Wetan, Kota Blitar yang sebelumnya dinyatakan Mr X, karena tingkat kerusakan jenazah saat ditemukan mencapai 100 persen.