Laporan Reporter Tribun Jogja, Hari Susmayanti
TRIBUNNEWS.COM, GUNUNGKIDUL - Kemarau panjang yang melanda wilayah Gunungkidul mengakibatkan ratusan telaga yang selama ini menjadi tumpuan warga mengering.
Dari total 280 telaga yang ada, saat ini hanya ada 71 saja yang masih ada airnya dan bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari warga.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Gunungkidul, Syarif Armunanto mengatakan banyaknya telaga yang mengering saat musim kemarau ini disebabkan proses sedimentasi.
Telaga-telaga semakin dangkal karena banyaknya lapisan tanah yang masuk ke dalam telaga sehingga lambat laun daya tampungnya berkurang.
Dari total 280 telaga yang ada, tercatat 232 telaga yang mengalami pendangkalan cukup parah.
Telaga-telaga tersebut akhirnya tidak bisa menampung air secara maksimal sehingga cepat mengering saat musim kemarau.
Selain dipengaruhi proses sedimentasi, banyaknya telaga yang mengering ini juga dipengaruhi oleh faktor tingginya penguapan air saat musim kemarau serta akibat ulah manusia.
“Karakteristik telaga yang ada di Gunungkidul berbeda-beda sehingga proses surutnya pun juga berbeda-beda,” katanya, Selasa( 27/10/2015).
Untuk mengatasi banyaknya telaga yang mengering ini menurut Syarif tidak bisa dilakukan dengan pengerukan.
Sebab, dari beberapa kasus, usaha pemerintah dengan melakukan pengerukan malah berdampak negatif karena air telaganya malah cepat mengering.
Upaya yang tengah dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi banyaknya telaga yang mengering saat ini adalah dengan menggunakan metode telaga geomembran.
Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah sudah membangun embung geomembran di Nglanggeran, Sriten dan Tambakromo.
Hasilnya, metode tersebut cukup membuahkan hasil karena air yang ditampung di dalam embung bisa bertahan cukup lama.
“Tahun ini kita tidak bisa menambah jumlah embungnya,”imbuhnya. (tribunjogja.com)