Laporan Wartawan Tribun Jambi, Dedi Nurdin
TRIBUNNEWS.COM, JAMBI - Badan Penanggulangan Bencana Kabupaten Muaro Jambi mencatat, sejak Agustus hingga 29 Oktober 2015 sekitar 4.352 hektar lahan dan hutan di kabupaten Muaro Jambi terbakar.
3.211 Hetar diantaranya terjadi di Kecamatan Kumpeh, lokasi di mana ikan terkecil di dunia ini ditemukan.
Peneliti Ikan Jambi, Dr Tedjo Sukmono menilai, kebakaran hutan yang terjadi di areal gambut kemungkinan besar berdampak pada punahnya ikan-ikan kecil di rawa gambut termasuk ikan terkecil di dunia.
Kebakaran hutan menyebabkan meningkatnya suhu udara di habitat ikan Paedocypris Progenetica.
Kondisi ini mengakibatkan berkuranya kadar oksigen yang berujung pada kematian.
Ia juga mengatakan, kemarau dan kebakaran hutan dalam beberapa kasus di sejumlah negara menjadi penyebab terjadinya kematian massal pada ikan-ikan kecil.
"Kalau sekarang ini lahan gambut di sana terbakar artinya habitat ikan terkecilnya juga ikut terdampak," katanya.
"Jangankan Ikan, kita aja terdampak," sambung Tedjo.
Peneliti Bidang Zoologi Pusat Penelitian Biologi LIPI, Haryanto mengatakan hal yang sama.
Kebakaran hutan di areal gambut yang terjadi secara berulang-ulang setiap tahunnya akan sangat mengancam habitat ikan terkecil di dunia ini.
Jika sampai punah, ini merupakan kerugian terbesar. Pasalnya, selain unik dengan predikat ikan terkecil di dunia, Paedocypris Progenetica juga memiliki peran penting di dilingkungannya.
Habitat ikan ini ditemukan di rawa gambut, sejauh ini hanya ditemukan yang hanya di temukan di Kumpeh, Jambi.
"Apa lagi ikan kecil ini ditemukan sudah cukup lama. Namun, belum ada penelitian yang dilakukan secara mendalam. Sangat disayangkan jika sampai punah," katanya.
Ikan Paedocypris Progenetica ditemukan seorang peneliti ikan ternama dunia Maurice Kottelat bersama beberapa rekannya di 2006 saat melakukan penelitian ikan di Jambi.
Ikan ini hanya ditemukan di Rawa Gambut di Kecamatan Kumpeh, Kabupaten Muaro Jambi.
Keberadaan ikan ini di tulis Kottelat dalam Jurnal Tan, Kottelat M. 2009. The fishes of Batanghari Drainage, Sumatra with description of six new species. J Ichthyol Explor Freshwaters. 20(1): 1-96.
Saat Tribun menyusuri sejumlah desa di kecamatan Kumpeh Ulu beberapa waktu lalu, memang tak banyak warga yang pernah melihat jenis ikan ini.
Namun bagi warga Tanjung Ulu, Ikan kecil yang disebut bilis ini saat ini jarang ditemukan. Ikan ini dulunya kerap ditemukan disingai Kumpeh.
Muhammad Zen (55), Warga Rt 12, tanjung Ulu, Kecamatan Kumpeh mengaku tak asing dengan ikan seperti di poto yang terdapat pada jurnal Kottelat.
"Kalo kito disini ado yang bilang bilis ado jugo yang bilang susur batang. Tapi ikan ini dak mau besak, segitu lah tu ukurannyo. memang kecil," kata Zen.
Ia mengatakan sekitar tahun 75, di sungai kumpeh yang berada tepat dibelakabg rumahnya, ikan bilis ini banyak ditemukan.
Ikan ini bahkan sering bercampur ikan bilis yang lebih besar yang dijual.
"Biasanya ikan ini ado di dekat jamban. Kalau sekarang jarang nampak, tapi kalo nak dicari nian ado lah mungkin tu. Cuma orang sini malas karena dak ado hargonyo," katanya.
Zen mengatakan rerata warga tak tahu jika ikan tersebut ikan terkecil di dunia.
"Dulu waktu tenarnya ikan merah sering dapat juga karna dak ada harganya di buang," katanya.
Zen mengakui, sejak beberapa tahun terakhir memang sulit menemukan ikan tersebut.
Tapi, ia meyakini masih bisa ditemui di rawa atau danau yang ada diseberang sungai kumpeh di belakang rumahnya.
Namun, katanya kemarau yang panjang beberapa bulan belakangan ini tak hanya menyebabakan kebakaran.
Tapi, banyak juga rawa dan danau yang ikut mengering.
"Danau sekarang banyak kering, ikan bilis be sekarang jarak ketemu. Boasanya ado lah dijual,"tutur Zen.
Ia juga mengatakan, di londrang dan rantau panjang dulunya sering ditemukan disana.
Namun, saat ini banyak rawa yang telah disulap menjadi areal perkebunan sawit dan persawahan.
"Kalau itu ikan langka berarti bagus, cuma perlu di perhatikan biar dak ilang dio. Bagus lah tu kalau dilindungi," pungkas Zen.