TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA – Ribuan tuna netra berkumpul di Masjid Manarul Ilmi ITS, mereka bukan mendapat santunan dana seperti biasanya.
Namun, didampingi pembimbing, tuna netra yang tergabung dalam Persatuan Tuna Netra (Pertuni) Jatim ini menerima wakaf Alquran Braille Digital.
Mereka sempat melafalkan tiga surat pendek yang dibimbing hafidz tuna netra.
Wakaf ini disambut gembira oleh para tuna netra ini, karena mereka bisa leluasa membawa Alquran Braille yang lebih ringan daripada yang konvensional.
“Kalau yang biasa, 30 juz itu sudah satu kardus besar,” tutur Sutaji, Warga Kedung kandang, Kota Malang saat ditemui Surya.co.id, Minggu (6/12/2015).
Sutaji sudah mempelajari huruf braille sejak umur 14 tahun, ia pun membutuhkan waktu setahun untuk bisa membaca tulisan arab bersambung.
Pria yang sejak usia 9 tahun sudah kehilangan penglihatannya ini juga memiliki Alquran konvensional.
Setiap subuh ia harus membawa tumpukan Alquran braille untuk dibaca.
“Hanya beberapa ayat bacanya, karena juga ada kesibukan lain. Apalagi Alquran biasa itu sampai satu kardus tebalnya. Kalau ini kan bisa dibawa kemana-mana,” ujarnya.
Hal yang sama diungkapkan Jihan Nailatun Nasywa Abiyyah (14), siswa SMPLB A YPAB Surabaya.
Menurutnya dengan Alquran Braile Digital yang ia miliki pribadi ia bisa membaca Alquran di asramanya. Karena selama ini ia termasuk sulit berinteraksi dengan banyak orang.
“Sudha bisa baca, tapi masih perlu di ulang-ulang biar lancar,” tuturnya malu-malu.
Alquran Braille ini dilengkapi dengan alat pengeras suara yang membaca setiap tulisan yang di lewati oleh sensor bacanya. Sehingga melatih indra pendengaran tuna netra.
Dalam program wakaf ini juga hadir Syaikh Ali Jaber, seorang pendamping tuna netra sejak SMP di Madina.