TRIBUNNEWS.COM, MAMUJU UTARA - Junaedi bocah berusia 10 tahun harus menerima kenyataan hidup tanpa anus semenjak dilahirkan.
Setiap hari, Junaedi harus menenteng berkantong-kantong plastik untuk menampung kotoran dari lubang anus buatan agar tidak terkena badannya.
Ketiadaan biaya dari orangtua Junaedi yang membuat bocah malang ini tidak bisa mendapat pengobatan lebih lanjut.
Semula, kondisi ini tak menjadi keluhan anak keempat dari tujuh bersaudara itu.
Namun, seiring pertambahan usianya yang mulai menginjak remaja, Junaedi mulai minder bergaul dengan teman-teman sebayanya karena kerap menjadi obyek ejekan.
Rasa minder itu bahkan membuat Junaedi enggan bersekolah.
Saat ini, kondisi fisik Junaedi kian menurun. Dia selalu terlihat lemas dan tak jarang didera sesak nafas.
Meski usainya sudah 10 tahun, berat badannya tak lebih dari 15 kg.
Anak penjual sayur dan kuli bangunan
Kondisi ekonomi keluarga Junaedi yang tak menentu membuat bocah ini tak kunjung menjalani operasi pebuatan anus.
Kedua orang tua bocah ini hanya menumpang hidup di rumah neneknya.
Untuk mencukupi kehidupan keseharian keluarga ini, Rabiah, sang ibu berjualan sayur-mayur keliling kampung.
Sementara Joni, sang ayah menjadi buruh bangunan.
“Setiap hari ia menenteng kantongan plastik untuk menampung kotoran setiap saat, terutama jika bermain dengan anak tetangga,” tutur Rabiah.