Laporan Wartawan Tribun Timur, Fahrizal Syam
TRIBUNNEWS.COM, MAKASSAR - Setiap tahunnya, perusahaan pertambangan menggerogoti kawasan karst di Indonesia untuk bahan baku semen dan marmer.
Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) menilai perlunya konsolidasi nasional untuk memikirkan ekosistem karst Indonesia yang tersisa harus terjaga dan terbebas dari eksplotasi perusahaan tambang.
Delapan perwakilan WALHI dari Sumatera Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Kalaimantan Timur, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Selatan berkumpul menanggapi ancaman ini melalui diskusi di Makassar, Senin (11/1/2016).
Direktur Eksekutif WALHI Sulsel, Asmar Exawar, mengatakan keberadaan perusahaan tambang yang semakin mengancam keberadaan karst di Indonesia, salah satunya di Sulsel.
"Pesatnya laju tambang industri seperti semen di Pangkep dan Maros jelas sangat mengancam keberadaan kawasan ekosistem karst di Indonesia yang selama ini menjadi salah satu sumber kehidupan karena fungsi ekologi dan hidrologinya," terang Asmar.
Direktur Eksekutif WALHI Kalsel, Dwito Frasetiandy, mengungkapkan hal sama dan total kawasan karst di sana yang mencapai 312.394 hektare terus tergerus oleh aktivitas pertambangan.
"Karst di Kalimantan Selatan yang diberi nama Karst Meratus semakin lama keberadaannya semakin terancam. Kawasan itu sudah dibebani izin 28 IUP Operasi Produksi dan 47 IUP Eksplorasi yang dilakukan oleh dua perusahaan," kata Dwito.
WALHI menilai Pemerintah Joko Widodo dan Jusuf Kalla harus bertindak dan bertanggung jawab agar masalah kerusakan karst di Indonesia semakin tidak bertambah parah.