"Penglihatannya dia kabur, kelopak matanya ada putih-putihnya, kalau cari mainannya gitu, dia masih meraba-raba, nggak kelihatan dengan jelas," katanya.
Meski usia Tisnayasa sudah cukup untuk mendaftar di SD, tetapi ia masih belum dapat bersekolah.
"Gimana mau sekolah, matanya melihat saja masih kabur, inginnya dia dapat pendidikan yang baik agar tidak ketinggalan dengan teman-teman seusianya," ujarnya.
Muderawan dan Sina yang sehari-hari bekerja sebagai buruh serabutan, tidak sanggup memberikan makanan anaknya itu cukup gizi.
Ia berharap ada dermawan yang bersedia membantu sehingga dapat meringankan beban keluarganya dan derita anaknya.
Kondisi yang sama juga dialami kakak beradik, Ni Luh Ranting (27) dan Nyoman Jasa (22), anak pertama dan ketiga Jro Gde Cindra.
Selain kulitnya bersisik, kedua telapak tangan dan kedua telapak kaki Ranting mengkerut.
"Kaki dan tangannya yang mengerut ini juga sejak lahir, masih ada hubungannya dengan kulitnya yang bersisik," kata Cindra.
Ranting dan Jasa selama ini tidak pernah merasakan bangku sekolah karena kulitnya yang bersisik.
Kakak beradik ini sehari-hari hanya bisa membantu orangtuanya menjaga toko kelontong di warungnya.
Mereka jarang beraktivitas di luar rumah, karena selain merasa malu juga kulitnya sensitif dengan sinar matahari.
Perbekel Bontihing, Gede Ardika mengatakan, keempat warga Banjar Rendetin yang kulitnya bersisik ini namanya sudah dilaporkan ke Pemkab Buleleng maupun Pemprov Bali.
Namun selama ini justru mereka hanya mendapatkan bantuan kesehatan rutin dari sebuah yayasan swasta setiap bulannya.
Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Buleleng, Gede Komang mengatakan, pihaknya tidak bisa membantu dalam segi kesehatan, mengingat itu merupakan kewenangan Dinkes Buleleng.
"Tapi kami akan berusaha bantu dari segi sosialnya. Kami akan data besok untuk dimasukkan dalam keluarga yang layak mendapatkan bantuan sosial," ujarnya.