Laporan Wartawan Tribun Jateng, Deni Setiawan
TRIBUNNEWS.COM, UNGARAN - Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo tidak menampik apabila apa yang diunggah atau dipublikasikan melalui jejaring media sosial seperti Twitter @Gafatar dan website www.gafataror.id pada Jumat (8/1/2016) itu nyata.
Dia memang pernah menerima kunjungan untuk audiensi yang dihadiri sekitar delapan pengurus DPD Gafatar Jawa Tengah di Kantor Gubernur Jalan Pahlawan Kota Semarang di hari itu sekitar pukul 13.00.
“Bahkan, saya secara pribadi juga pernah diundang sebelumnya di Jakarta yang tidak salah ketika itu saat launching ormas tersebut."
"Posisi saya ketika masih menjadi anggota dewan di DPR RI. Acaranya dikemas dalam bentuk diskusi kebangsaan."
"Bahkan ketika itu saya sempat tanya ke mereka, jangan-jangan ini (Gafatar) mau menjadi partai. Pertanyaan serupa pun saya lontarkan saat audiensi dengan mereka,” kata Ganjar saat dihubungi melalui sambungan telepon, Selasa (12/1/2016) petang.
Menurutnya, akibat dari publikasi yang diunggah oleh pengurus Gafatar Jawa Tengah tersebut, tak sedikit masyarakat terutama yang telah berkawan di jejaring sosial (Twitter) berkomentar dan menyayangkan sekaligus mempertanyakan mengapa Gubernur Jawa Tengah mau menerima pengurus Gafatar yang dianggap sebagai ormas tidak jelas dan patut diwaspadai keberadaannya di Indonesia, tidak terkecuali di Jawa Tengah.
“Saya jawab keluhan masyarakat tersebut. Saya terima siapa saja yang ingin beraudiensi atau bertemu."
"Bahkan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) hingga Ahmadiyah pun pernah beraudiensi dengan saya. Lha kan saya juga perlu bahkan harus tahu juga mereka itu bagaimana."
"Jika rakyat, mau audiensi, ya diterima. Prinsip, jika permohonan atau permintaan bertemu sedang tidak berbenturan dengan kegiatan pemerintahan lainnya. Intinya kapanpun ketika ada jadwal longgar saya siap bertemu siapapun,” ungkapnya.
Dari hasil pertemuan itu, lanjutnya, dia tidak sekadar diam. Bahkan sebelum bertemu pun dia mencoba membrowsing berkait informasi dasar ormas tersebut.
Kemudian ditanyakannya di saat bertatap muka secara langsung dengan mereka. Termasuk satu di antara pertanyaannya adalah terkait hubungan mereka dengan Ahmad Musadek (Ahmad Mushadiq).
“Ketika itu mereka menjawab apabila Ahmad Musadeq –dengan agak kurang berkenan-- adalah sesepuh, kiai, atau semacam penasehat di organisasi tersebut."
"Lalu saya pun sampaikan, jika ajarannya seperti itu, pasti ada yang keliru dan saya meminta kepada mereka khususnya di Jawa Tengah untuk seriusi saja di bagian sosial kemasyarakatan termasuk di dalamnya kegiatan gotong royong bersih-bersih, donor darah, maupun lainnya,” jelas Ganjar.
Berkaca pada itu, lanjut dia, kiranya negara perlu bersikap dan mengevaluasi. Apabila organisasi itu dilarang, negara harus bertindak secara tegas.
Harus diperjelas dalam hal tersebut. Evaluasi menjadi bagian penting agar tidak membuat masyarakat geger termasuk juga evaluasi agenda lain yang dimiliki organisasi tersebut.
Prinsipnya, mumpung belum terlambat, negara perlu menscan dan melihat perkembangan sejumlah organisasi kemasyarakatan ataupun sejenisnya yang berada di tengah-tengah masyarakat. (*)