Laporan Wartawan Tribun Bali, Eka Mita Suputra
TRIBUNNEWS.COM, SEMARAPURA - I Kadek Nopriana (11) dan tujuh temannya menyusuri perbukitan di Bukit Abah, Desa Besan, Dawan, Klungkung, Selasa (19/1/2016), dan mereka tampak senang.
Keringat mengucur perlahan dari dahi mereka, sementara seragam sekolah dasar yang mereka kenakan tampak sedikit basah menyerap jejak peluh.
Teriknya panas matahari dan debu yang berterbangan siang itu tidak menghalangi langkah Nopriana dan teman-temannya pulang ke rumah mereka di Banjar Kanginan, Desa Besan, Klungkung.
Mereka adalah sebagian siswa dari Bukit Abah, Besan, Klungkung.
Masyarakat di Bukit Abah rata-rata tinggal di wilayah perbukitan yang memiliki ketinggian sekitar 800 mdpl dan sebagian besar masyarakatnya bekerja sebagai penjual arak.
Para siswa asal Bukit Abah sudah terbiasa berjalan kaki menelusuri bukit untuk dapat menuntut ilmu, sebagian besar mereka bersekolah hingga ke Kabupaten Karangsem, yaitu di SDN dan SMPN Satu Atap 7 Gegelan, Manggis.
"Kalau sekolah ke bawah (Desa Besan) jalannya sangat jauh. Lebih dekat ke SD SMP 7 Gegelan," ujar Kadek Nopriana dengan polosnya.
Setiap harinya siswa kelas 5 SD ini harus berjalan sejauh tiga kilometer menaiki dan menuruni bukit untuk menuntut ilmu.
Selain harus berjalan jauh, ia dan rekan-rekannya juga mengeluhkan kondisi jalanan yang mereka lalui mulai rusak dab berlubang.
"Kalau tidak ada hujan seperti sekarang, jalannya jadi banyak debu. Kalau hujan, malah jadi becek," keluh Nopriana dan teman-temannya.
Meski setiap hari harus melalui perjalanan jauh dan kondisi jalan rusak, semangat mereka tidak surut untuk terus menuntut ilmu sampai ke jenjang tertinggi.
"Cita-cita saya mau jadi presiden biar bisa buat sekolah dekat dari rumah," Nopriana berharap.