Penulis wartawan tribun pontianak, Tito Ramadhani
TRIBUNNEWS.COM, KUBU RAYA - Kekhawatiran diungkapkan warga eks Gafatar, Ahmad Sohib (33). Ia terlihat kerepotan mengurus empat anaknya bersama Istrinya, Susi (26), sesaat setelah tiba di tempat penampungan sementara di Bekangdam XII/ Tanjungpura, Selasa (19/1/2015) malam.
Istrinya terlihat mengurus sepasang anak kembarnya, Kenzi dan Kayla yang masih berusia tiga bulan, yang terbaring di atas tikar bantuan Dinas Sosial Kalbar.
Sementara Sohib, sembari menyuapkan nasi kepada dua anaknya, Haidar (5) dan Putri (3) mengisahkan bahwa ia merasa sudah tak memiliki keterkaitan lagi dengan Gafatar.
Sehingga merasa bingung, mengapa harus terusir dari lahan yang digarap selama ini.
"Iya, saya mantan (eks), tapi Gafatar kan sudah bubar, kami sudah tidak ada sangkut pautnya lagi dengan Gafatar," ungkapnya.
Selain itu, Sohib juga menegaskan tak mengetahui jika ada kabar yang mengatakan Gafatar telah berganti nama Negara Karunia Semesta Alam.
"Siapa yang ganti, diganti nama apa, nggak tahu juga ya. Baru ini saya dengar, selama ini ndak pernah tahu saya. Gafatar itu dulunya ya, bergerak di bidang sosial dan budaya. Kami donor darah setiap tiga bulan sekali, kerja bakti, bedah rumah. Sering pula terlibat dengan TNI dan warga sekitar," ucapnya.
Sohib mengaku telah bermukim selama enam bulan di Mempawah. Bapak empat anak ini ini menuturkan, sebelumnya bekerja sebagai tukang batu di daerah Malang, Jawa Timur.
"Saya berangkat dua KK saja, tujuannya hanya mau mengubah nasib. Nggak ada mau karena ada diiming-imingi apa, nggak ada," ungkapnya.
Sohib berharap, suasana mencekam saat proses evakuasi tak membuat keempat anaknya trauma.
"Harapan saya anak-anak tidak trauma, begitu saja. Kalau anarkis ke warga sih nggak, cuma ke aset kami saja dibakar," ungkapnya.
Raut kecemasan masih tampak dari wajahnya. Ia masih mengingat, saat pembakaran bangunan mulai terjadi.
"Sampai sekarang ndak sempat tidur, tadi itu sempat panik, bertanya-tanyalah, mau dibawa ke mana kita. Saya tanya sopir, dia bilang ndak tahu. Jadi mengikut saja arahan dari polisi dan tentara ada saat itu," terangnya.
Menurut kisah Sohib, sejak kedatangannya ke Mempawah, warga penggarap hidup membaur dengan warga sekitar.
Pihaknya melapor ke RT dan RW, bahkan ada warga penggarap yang telah menetapkan tekad untuk menetap di Mempawah.