Laporan Wartawan Serambi Indonesia, Subur Dani
TRIBUNNEWS.COM, ACEH – Setahun lalu, tepatnya 8 Januari 2015, puluhan warga di Desa Lamgapang, Ulee Kareng, Banda Aceh menggerebek kantor Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) yang baru beroperasi sebulan di desa tersebut.
Warga bereaksi keras atas hadirnya Gafatar kala itu.
Kehadiaran Gafatar saat itu disebut-sebut membawa paham atau aliran yang menyimpang dari ajaran Islam sesungguhnya.
Penggerebekan ternyata berbuntut ke kantor polisi.
Sedikitnya 15 anggota Gafatar digelandang ke Polresta Banda Aceh.
Hingga akhirnya, enam pengurus Gafatar Aceh itu dibawa ke meja hijau, mereka harus menjalani sidang karena dianggap menistakan agama.
Keenam pengurus Gafatar Aceh itu adalah, T Abdul Fatah (ketua) dan lima anggotanya yakni Ridha Hidayat, Fuadi Mardhatillah, M Althaf Mauliyul Islam, Musliadi, dan Ayu Ariestyana.
Senin 15 Juni 2015, majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Banda Aceh menjatuhkan hukuman pidana kurungan terhadap enam pengurus Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) Aceh dengan hukuman yang bervariasi.
Ketua Gafatar Aceh, T Abdul Fatah divonis empat tahun penjara, sementara lima anggota divonis tiga tahun, dikurangi masa tahanan selama persidangan.
Saat ini lima pengurus Gafatar Aceh menjalani hukumannya di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Banda Aceh, yang berada di Kajhu, Kecamatan Baitussalam, Aceh Besar.
Sedangkan Ayu Ariestyana, mendekam di Rutan Wanita Lhoknga di Aceh Besar.
Kepala Rutan Banda Aceh, Fahyudi SH yang diwawancarai Serambinews.com (grup tribunnews.com), Jumat (22/1/2016) mengatakan saat ini para anggota Gafatar Aceh tersebut menjalani hukuman penjara seperti narapidana (napi) lainnya.
Hanya saja, mereka ditempatkan di blok yang khusus atau terpisah dengan para napi lainnya.
“Sengaja kita pisah, karena kasus mereka ini kan penistaan agama. Kita takut terjadi apa-apa, karena kasus ini sangat sensitif, kita jaga keselamatan mereka,” kata Fahyudi.
Meski dipisah, Fahyudi menjelaskan, di dalam rutan mereka sama saja dengan napi lainnya.
Mereka tampak mengikuti semua kegiatan di dalam rutan.
“Ada juga kita lihat mereka salat di masjid, pada prinsipnya mereka juga berbaur kok,” pungkas Fahyudi.