Laporan Wartawan Tribun Jabar Teuku Muh Guci S
TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Jual dan beli ginjal bukan kasus yang baru. Pada era 80-an, jual dan beli ginjal merupakan hal yang biasa, bahkan ada yang mengiklankannya di media massa.
"Penjual ginjal itu iklan di majalah terkenal. Pengiklan menawarkan ginjalnya bagi butuh ginjal, sedangkan pengiklan butuh uang untuk sekolahkan anak," ujar Kriminolog Universitas Padjadjaran, Yesmil Anwar, ketika dihubungi melalui sambungan telepon, Sabtu (30/1/2016).
Namun jika berbicara kejahatan, perlu diketahui latar belakang dan alasan terjadinya jual dan beli ginjal.
Menurutnya, menjual ginjal itu tidak selalu harus langsung dikatakan suatu perbuatan jahat atau pidana.
"Kalau misalnya ada membutuhkan dan dioperasi di klinik yang legal dan dilakukan dokter yang punya kompetensi tidak apa-apa," kata Yesmil.
Namun jual beli ginjal menjadi sebuah kejahatan, jika menjadi profesi layaknya berjualan barang atau komoditas bernilai ekonomi.
Apalagi sampai mengambil ginjal dari pasien sakit berat atau gelandangan di jalan.
"Jual dan beli ginjal pasti menjadi kejahatan tergantung dari kasusnya. Itu bisa dilihat peraturan perundang-undangan yang menjadi aturan. Misalnya KUH Pidana, UU Kesehatan, UU kedokteran, dan lainnya," ujar Yesmil.
Yesmil mengatakan, polisi harus bisa membuktikan kasus jual-beli ginjal yang sedang ditangani saat ini.
Namun kalau ada yang minta tolong dan tersangka punya kenalan yang ingin mendonorkan, maka itu tidak bisa menjadi pidana.
"Soal ada kompensasi apa tidak, itu hal lain," katanya.
Yang jelas, katanya, aparat harus melakukan penyelidikan dan penyidikan sebagaimana yang dicantumkan UU dan menggunakan pasal-pasal apa yang bisa menjerat pelaku, apakah itu penjual, pembeli, perantara, dan klinik.
"Dan kalau memang ada pasal yang berikan kepada penjual ginjalnya itu pasal berapa yang harus dikenakan," kata Yesmil.