Laporan Reporter Tribun Jogja, Agung Ismiyanto
TRIBUNNEWS.COM, TEMANGGUNG - Humas Jamaah Ansharusy Syariah (JAS) Jawa Tengah, Endro Sudarsono membantah jika pelatihan yang dilakukan oleh sekitar 35 anggota dan panitia itu semi militer dan berbahaya.
Dia menegaskan, jika pelatihan ini merupakan kegiatan kemanusiaan.
"Ini tidak benar jika kegiatan ini militer atau semi militer. Ini kegiatan diklat dalam rangka tanggap bencana alam, bukan hal apa-apa," ujar Endro di kantor SPK Polres Temanggung, Sabtu (20/2/2016) siang ini.
Menurut Endro, 35 panitia dan peserta itu berasal dari Semarang, Kendal, Wonosobo, Solo, Karanganyar, Sukoharjo, Klaten.
Mereka mengikuti latihan tanggap bencana berupa latihan survival, P3K, dan pelatihan baris berbaris (PBB). Dia juga mengatakan, dalam latihan tersebut semua peserta dilarang membawa senjata tajam.
Terkait temuan lima senapan angin, tiga sangkur, buku-buku keagamaan, dan bendera keagamaan, Endro mengaku senapan itu adalah milik Suparlan, warga sekitar yang memang menjadi tempat transit peserta latihan.
Dia mengakui, jika bendera itu milik organisasinya.
"Kami sesuai aturan, peserta tidak kami perbolehkan membawa senjata api dan tajam di latihan ini. Jangan sampai kami membawa hal-hal yang bertentangan dengan hukum," paparnya.
Dalam kesempatan itu, dia juga menyayangkan langkah polisi yang hanya menangkap tanpa surat pencekalan. Hal ini, ujarnya, dilakukan polisi pada anak di bawah umur Mft (15), yang menunggu dua mobil milik para peserta latihan.
"Kami menyayangkan langkah polisi yang mencekal anak di bawah umur. Padahal, tidak ada surat penggeledahan dan pencekalan. Ini bisa melanggar undang-undang perlindungan anak," katanya.
Menurut Endro, kegiatan yang dilakukan organisasinya memang berupa kegiatan keagamaan, advokasi, dan juga kemanusiaan.
Dia menyebut, JAS merupakan pecahan dari JAT. Hanya dia menyebutkan, jika JAT lebih condong ke Negara Islam Irak Suriah ISIS.
"Kami baru setahun ini berdiri," paparnya.