TRIBUNNEWS.COM, MELAWI - Peristiwa memilukan terjadi di Kompleks Asrama Mapolres Melawi, Gg Darul Falah, Desa Paal, Kecamatan Nanga Pinoh, Kabupaten Melawi, Jumat (26/2/2016) dini hari.
Seorang polisi berpangkat Brigadir, Petrus Bakus, tega menghabisi kedua buah hatinya, putrinya, Amora (4), dan putranya, Fabian (3).
Tidak hanya membunuhnya, Brigadir Petrus juga memotong tubuh anak-anaknya menjadi beberapa bagian.
Potongan tubuh dua bocah tak berdosa itu berserakan di atas tempat tidur.
Sementara Windri hendak tidur di kamar yang lain. Antara kamar Fabian dan Amora dengan kamar Windri hanya dibatasi ruang tengah.
Beberapa saat merebahkan badan di kamar, Windri heran karena mendadak tidak ada suara canda tawa anak-anaknya.
Ia pun memutuskan untuk mengecek langsung keduanya di kamar sebelah.
Alangkah terkejutnya Windri, ketika mendapati ada banyak bercak darah di lantai. Ia melihat Amora dan Fabian, dalam keadaan tidak bernyawa di atas tempat tidur.
Ia makin syok karena tubuh kedua buah hatinya dalam keadaan terpotong-potong. Hanya bagian kepala yang masih melekat di badan. Itu pun dengan luka gorok di leher.
Sementara untuk kedua kaki dan tangan, dimutilasi oleh Petrus. Masih di dalam kamar itu juga, Windri mendapati suaminya berbicara sendiri.
"Mereka baik. Mereka mengerti. Mereka pasrah. Maafkan papa ya, Dik," ucap Petrus kepada Windri.
Usai mengucapkan kata-kata itu, Petrus meminta istrinya untuk mengambilkannya air minum. Masih dalam keadaan syok, Windri menuruti permintaan suaminya. Ia pun bergegas menuju dapur.
Saat itulah, Windri memutuskan untuk melarikan diri dan meminta pertolongan warga Asrama Polisi lainnya.
Ia mengetuk pintu Rumah Dinas Anggota Sat Intelkam, Brigadir Sukadi, yang tepat berada di sebelah rumahnya.
Mendengar pintunya diketuk, Brigadir Sukadi terbangun dan membukakan pintu. Ia lantas meminta Windri masuk ke dalam rumah. Sukadi lantas mengunci pintu rumahnya dan meminta Windri sembunyi di dalam.
Sukadi memeriksa rumah Windri. Saat diperiksa, di saat bersamaan, Petrus ke luar dari rumah. Ia duduk di teras rumahnya. Sukardi pun datang menghampiri Petrus.
Kepada Sukardi, Petrus mengakui perbuatannya dan langsung menyerahkan diri.
"Sudah saya bersihkan, Bang. Saya menyerahkan diri," ujar Petrus kepada Sukardi.
Kasus ini sampai juga ke telinga Kapolri Jenderal Badrodin Haiti.
Ia mengaku telah menerima laporan kasus mutilasi yang diduga dilakukan anggota Polri, Brigadir Petrus Bakus.
"Sudah dilaporkan oleh Kapolda. Memang yang bersangkutan ini sejak umur 4 tahun ini sering mengalami semacam kemasukan atau kesurupan. Itu tidak terdeteksi saat masuk polisi," kata Badrodin di Mabes Polri, Jl Trunojoyo, Jaksel.
Keluarga Pasrah
Kerasukan yang dimaksud Kapolri, diduga kuat berhubungan dengan penyakit schizophrenia seperti yang disampaikan Kapolda Kalbar Brigjen Arief Sulistyanto.
Para pengidap penyakit ini biasanya mengalami gejala seperti mendengar suara yang tidak dapat didengar orang lain, atau percaya bahwa orang lain bisa membaca pikiran mereka, mengontrol pikiran mereka, bahkan lebih berbahaya daripada itu.
"Ini sedang diproses dan ditangani. Memang istrinya juga membenarkan bahwa yang bersangkutan itu beberapa hari ini kelihatan aneh. Kemudian sering mengigau semacam dikejar-kejar sesuatu. Menurut penjelasan istrinya, kemungkinan kerasukan," ujar Kapolri.
Rekan kerja Brigadir Petrus yang enggan disebutkan namanya menuturkan, Petrus tega memutilasi kedua anaknya karena diduga menderita stres berat.
Ia menyebut, Petrus sudah lama terlibat masalah dengan istrinya.
"Istrinya selalu minta cerai terus dengan dia. Mungkin ini yang membuat tekanan terhadapnya," kata seorang anggota Sat Intelkam Polres Melawi.
Menurutnya, Petrus sudah beberapa lama ini tidak masuk kerja, karena masalah rumah tangganya tersebut. Padahal, sebelum rumah tangganya bermasalah, Petrus dikenal memiliki kinerja cukup bagus.
"Dia juga tidak pernah dikenakan sanksi disiplin. Bahkan setahu saya, kinerja dia ini cukup bagus kok di Kepolisian. Saya juga tidak menyangka dia tega bunuh anaknya sendiri," ujarnya.
Hingga berita ini diturunkan sejumlah kerabat dan Anggota Polres Melawi masih memadati Halaman RSUD Melawi, tempat jenazah Amora dan Fabian disemayamkan untuk sementara.
Windri masih setia menunggui jenazah buah hatinya. Ia tidak ingin beranjak dari Ruang Jenazah RSUD Melawi.
Keluarga Windri, Budi, mengaku pasrah atas peristiwa memilukan yang menimpa keluarganya. Namun, ia meminta semua pihak untuk tidak menyebarkan dan memposting foto-foto Amora dan Fabian ke media sosial.
"Kasihan korban masih kecil. Kita keluarga pasrah. Yang lalu, sudah lah. Hanya kami sebagai keluarga perih hati. Apalagi melihat foto-foto korban yang beredar," kata Budi di RSUD Melawi. (zul/nop/dum/ali)