Laporan Wartawan Surya, Sri Wahyunik
TRIBUNNEWS.COM, TUMPANG - Sebanyak 12 buah pusaka dijajar di atas meja ruang tamu rumah M Tohir. Semua pusaka itu ada 'yang memberontak' peninggalan Majapahit.
Pusaka yang terbungkus kain itu berupa keris, pedang, tombak, dan cundrik. Harum bunga menyeruak ketika pusaka itu dikeluarkan dari kain putih pembungkusnya.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Malang, Made Arya Wedantara, hadir di rumah Tohir di Jalan Sultan Agung, Desa Jeru, Tumpang, Kabupaten Malang, Kamis (17/3/2016).
Empunya rumah ingin menyerhahkan 12 benda pusaka untuk menjadi koleksi Museum Singosari. Seluruh pusaka yang selama ini dipelihara Tohir adalah milik leluhurnya.
Baru pertama kali ini Museum Singosari mendapatkan titipan barang pusaka dari warga. Wedantara berharap warga lain memiliki pusaka mengikuti jejak Tohir.
"Semoga ini menular kepada warga lain, mungkin ada yang memiliki barang berharga dari masa lalu untuk dititipkan kepada Museum Singosari," beber Made usai menerima pusaka dari Tohir.
Juru pelihara Candi Jago yang juga tokoh budaya Tumpang, Suryadi alias Ki Suryo, turut hadir. Ia melihat pusaka milik keluarga Tohir buatan akhir abad ke-15 atau masa berakhirnya Kerajaan Majapahit.
Tapi, Ki Suryo menyebut nama Bre Wengker yang ikut mempengaruhi pembuatan pusaka tersebut. "Kalau melihat motif dan jenisnya, saya menduga ada pengaruh masa Bre Wengker," kata dia.
Semua pusaka di rumah Tohir memiliki nama, antara lain pedang Pulung Sakti, Kuncoro Sewu, keris Brewu Manik, Gajah Sabrang, Maha Aji, Moto Sewu, Brewu Mustaka, Pecut Sewu, cundrik Babat Sengkala, tombak Suca Kencana, Sabuk Bumi, dan Suta Aji, juga keris Sangga Buwana atau Kilat Buwana, pegangan Betara Katong Ponorogo.
Ki Suryo perlu meneliti lebih jauh masing-masing pusaka itu.
Tohir yang selama ini merawat 12 pusaka itu merelakan pusaka dari leluhurnya dirawat dan dihibahkan ke Museum Singosari. Ia dititipi buyutnya, kemudian kakek, dan kakaknya. Tohir mendapatkan mandat untuk merawat pusaka itu sejak 1990.
"Saya merawatnya, setiap bulan Sura, saya menjamas (memandikan) mereka," ujar Tohir.
Amanat leluhur ia lakukan bagi termasuk merawatnya. Sayang, delapan orang anaknya tidak satu pun mau meneruskan merawat pusaka itu, sementara usia Tohir sepuh.