Laporan Wartawan Tribun Bali, I Gusti Agung Bagus Angga Putra
TRIBUNNEWS.COM, DENPASAR - Penolakan terhadap bisnis transportasi dengan teknologi berbasis aplikasi online juga terjadi di Denpasar Bali.
Ratusan anggota Persotab dan Alstar Bali berunjuk rasa di Denpasar, Rabu (23/3/2016) menolak keberadaan Taksi Uber dan Grab di Bali.
Setelah menyampaikan aspirasinya di Dishub Bali, massa kemudian mendatangi Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPD) RI Perwakilan Bali di Jalan Cok Agung Tresna.
Arakan massa diterima oleh Koordinator Kantor DPD RI Perwakilan Bali, Nyoman Agung Sariawan.
Berhubung para anggota dewan sedang tidak berada di kantor, Agung Sariawan meminta para sopir taksi menunggu perwakilan anggota dewan.
Selang beberapa saat kemudian, anggota DPD RI Provinsi Bali, Kadek
“Lolak” Arimbawa, tiba dan langsung menggelar tatap muka di Ruang Pertemuan Kantor DPD RI Perwakilan Bali dengan beberapa orang perwakilan sopir taksi.
Dalam pertemuan tersebut, Kadek Arimbawa menyatakan akan membawa aspirasi dari para sopir taksi di Bali ke sidang paripurna DPD RI.
Menurutnya, permasalahan ini tidak lagi menjadi domain pemerintah provinsi tapi merupakan kewenangan pemerintah pusat.
“Tiang akan langsung membuat surat dan menyampaikan rekomendasi setelah ini. Jangan melakukan aksi seperti di Jakarta. Percayakan kepada kami berempat (anggota DPD RI Provinsi Bali) untuk memperjuangkan ke pusat,” tegasnya.
Kadek Arimbawa mengaku sudah bersurat ke Gubernur Bali untuk segera mencabut beroperasinya layanan taksi online.
Jelasnya, Gubernur Bali sudah mengeluarkan surat keputusan yang menolak keberadaan layanan transportasi online.
Selanjutnya, di hadapan wartawan Lolak membacakan lima butir rekomendasi anggota DPD RI terkait penolakan jasa angkutan berbasis aplikasi online.
Rekomendasi ini kemudian akan ditandatanganinya dan akan dilayangkan ke Jakarta.
Pertama, merekomendasikan kepada Menteri Komunikasi dan Informatika untuk melakukan pemblokiran aplikasi pemesanan jasa angkutan online Grab dan Uber sebagaimana yang disampaikan oleh Kementerian Perhubungan.
Kedua, meminta ketegasan Presiden Republik Indonesia untuk mencegah terjadinya kegaduhan lebih lanjut akibat polemik taksi Uber dan Grab ini sehingga dapat menciptakan suasana yang kondusif di tengah masyarakat.
Ketiga, menyampaikan aspirasi ini ke rapat paripurna DPD RI untuk memperoleh sikap dan rekomendasi resmi dari lembaga DPD RI.
Keempat, menekankan agar pengelola jasa angkutan online di Bali mematuhi surat yang telah ditandatangani oleh Gubernur Bali untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.
Kelima, mengimbau kepada seluruh elemen jasa angkutan khususnya di Bali agar tidak terpengaruh aksi-aksi kekerasan yang ada di luar daerah Bali, sehingga Bali tetap aman dan kondusif.
Ketua Persotab, Ketut Witra, percaya pemerintah pusat akan melaksanakan tuntutan serta rekomendasi dari anggota DPD perwakilan Bali.
Mereka meminta pemerintah pusat bertindak tegas terhadap menjamurnya layanan transportasi berbasis aplikasi.
Keyakinan Witra tersebut didasarkan atas sikap dari instansi di Bali yang sudah mendukung pemblokiran terhadap beroperasinya layanan Grab dan Uber di Bali.
“Jadi semua instansi pemerintah yang ada di Bali sudah setuju dengan apa yang kita perjuangkan. Sudah setuju mendandatangani pemblokiran dari Grab dan Uber. Jadi ini pemerintah pusat belum tegas. Dalam hal ini pemerintah Bali sudah tegas,” ujar Witra seusai pertemuan dengan Lolak.
Menurutnya, Bali tidak memerlukan penambahan armada taksi lagi. Sejak tahun 2012 sudah terjadi overload kendaraan di Bali.
"Kalau sudah melebihi kapasitas ya harus ditutup,” cetusnya. (*)