TRIBUNNEWS.COM, MALANG - Tubuh Supriyono (37) tergolek di atas kasur tipis beralas lantai tanah di rumahnya, Dusun Banduarjo RT 54, RW 12 Desa Sumberpetung, Kecamatan Kalipare, Malang.
Tubuhnya yang kurus kering membelakangi perapian dari dua batang kayu kering yang dibakar.
Supriyono sengaja tidur di dapur rumahnya yang reot dan berdinding bambu.
Tujuannya agar pengapian yang selalu menyala tersebut tidak mengganggu keluarganya.
Sudah tujuh bulan ayah dua anak ini sakit perut dan hidup selalu dekat perapian.
Saking lamanya membelakangi api, punggung Supriyono pun gosong.
Punggung buruh tebang tebu ini layaknya daging panggang. Namun Supriyono mengaku tidak pernah merasa sakit.
"Kalau tidak dekat api saya menggigil kedinginan. Perut saya terasa sebah (kembung)," ujar Supriyono dengan suara terbata-bata, saat ditemui Kamis (24/3/2016) sore.
Sebuah perangkat musik selalu diputar di atas kepalanya sebagai teman sepanjang waktu. Lagu-lagu Jawa selalu mengalun.
Sedangkan di dekat tempat tidurnya, satu toples kerupuk sebagai cemilan di saat kelaparan.
Tujuh bulan lalu Supriyono merasa sakit perut seperti masuk angin.
Suami dari Martini (32) ini sempat dibawa ke puskesmas, dan dinyatakan gula darah turun. Dokter yang menangani menyatakan, Supriyono kekurangan nutrisi.
Selang sebulan, sakit tersebut tidak kunjung sembuh. Supriyono kembali ke Puskesmas, dan dinyatakan tipus.
"Saat itu saya tidak percaya kalau dia menderita tipus. Makanya saya bawa dia ke laboratorium untuk USG," terang Kaur Pembangunan Desa Sumberpetung, Listiono yang selama ini mendampingi Supriyono.
Sejak saat itu Supriyono selalu hidup dekat perapian. Sebab menurutnya, perutnya selalu kembung dan terasa dingin. Panas dari pengapian bisa mengusir sakit di perutnya.
Jumat (19/2/2016) Suproyono dibawa ke sebuah laboratorium swasta.
Hasil USG menunjukkan, ada massa solid di dalam lambung Supriyono. Diduga, massa solid tersebut adalah tumor.
Rabu (25/2/2016) Supriyono dibawa ke Rumah Sakit Syaiful Anwar (RSSA) Malang melalui poli bedah digestip. Namun sore hari, Supriyono disuruh pulang.
Sejak saat itu Supriyono beranggapan, rumah sakit tidak bisa menyebuhkan penyakitnya.
"Kami masih terus membujuk dia agar mau meneruskan pengobatan yang salama ini dijalankan. Kami sudah menyiapkan fasilitas transportasi untuk dia. Tapi tetap saja dia tidak mau," ucap Listiono.