Laporan Wartawan Bangka Pos, Deddy Marjaya
TRIBUNNEWS.COM, BANGKA - Sepanjang 2016 sudah tiga kali Direktorat Polair Polda Kepulauan Bangka Belitung menggagalkan upaya penyelundupan timah ke luar.
Kabid Humas Polda Babel, AKBP Abdul Mun'im, mengatakan pihaknya terus berupaya mengendus penyelundupan timah ke luar Babel, namun pelaku punya seribu cara.
"Kita terus berupaya baik melakukan penyelidikan ataupun mengumpulkan informasi dari masyarakat," kata AKBP Abdul Mun'im kepada wartawan, Kamis (14/4/2016).
Ia menambahkan, selama triwulan pertama 2016, polisi berhasil menggagalkan satu unit truk berisi 300 karung pasir timah seberat 12 ton, dua batang timah dan tiga karung serpihan balok timah.
Truk tersebut diamankan dari Pelabuhan Pangkalan Balam, Kota Pangkalpinang, yang akan dibawa ke Jakarta. Berkas perkara kasus ini sudah dinyatakan lengkap oleh Kejaksaaan.
Tersangka Julham Gultom beserta barang bukti telah dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi Kepulauan Babel pada akhir Maret 2016.
Selanjutnya pada Februari 2016, polisi kembali mengamankan satu truk yang membawa delapan ton pasir monazit di kawasan Pangkalbalam, juga akan dibawa ke Jakarta. Berkas perkara sudah dinyatakan lengkap oleh kejaksaan.
Tersangka Suprapto alias Prapto bin Rustam Aji berikut barang bukti telah dilimpahkan ke Kejati Babel.
Pada Maret, kembali polisi mengamankan satu truk bermuatan delapan ton pasir Monazit di kawasan Pelabuhan Pangkalbalam.
Berkas perkara dengan tersangka Bariyanto sudah dikirim ke Kejati Babel dan masih dalam penelitian jaksa. Saat sekarang penyidik masih menunggu perkara ini dinyatakan lengkap oleh jaksa.
Tersangka dijerat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara, khususnya pasal 161 junto 158. Mereka terancam 10 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 10 miliar.
"Sangat jelas isi pasalnya yakni setiap orang atau pemegang IUP operasi produksi atau IUPK Operasi Produksi yang menampung, memanfaatkan, melakukan pengolahan dan pemurnian, pengangkutan, penjualan moneral an batubara yang bukan dari pemegang IUP, IUPK dipidana paling lama 10 tahun dan denda paling banyal Rp 10 Miliar," kata Abdul Mun'im.