Laporan Wartawan Tribun Medan Jefri Susetio
TRIBUNNEWS.COM, MEDAN - Pengamat Pendidikan dari Universitas Negeri Medan Mutsyuhito Solin mengatakan, pelanggaran Ujian Nasional seperti beredarnya diduga kunci jawaban di kalangan siswa sudah masif dan sistemik.
"Tidak sedikit terobosan dibuat oleh Kementerian Pendidikan seperti sistem pengawasan yang ketat. Namun, tidak mengurangi kecurangan dari pelaksanaan UN dari berbagai daerah di Indonesia," ujarnya saat dihubungi, Sabtu (14/5/2016).
Dikatakannya, peluang kecurangan bisa saja mulai dari percetakan, oknum dinas pendidikan serta oknum personel kepolisian yang mengawasi soal UN.
"Pelaksaan UN yang banyak menimbulkan kecurangan sudah bagian bisnis yang menjanjikan. Apalagi, peminat soal UN selalu ada serta dicari-cari siswa yang berpikir praktis," katanya.
Selain itu, selama ini berbagai sekolah sudah melakukan beragam cara agar kecurangan tidak ada.
Misalnya, sosialisasi kepada siswa bahwa kelulusan tidak lagi ditentukan pusat.
"Bahkan, sebelum kelulusan ditentukan pusat, tidak ada lagi pengawas ujian dari sekolah asal. Artinya adanya sistem silang dari sekolah lain untuk mengawasi pelaksanaan UN," ujarnya.
Tidak hanya itu, pengawasan UN juga pernah melibat dosen dari perguruan tinggi negeri dan swasta.
Namun, kebocoran dan kecurangan selalu ada sehingga seluruh pihak khususnya staf pengajar jangan menutup mata adanya kecurangan.
"Apalagi, tidak tertutup kemungkinan pihak sekolah membiarkan adanya siswa yang membeli diduga kertas jawaban. Agar banyak siswa didik mendapat nilai bagus," katanya.
Temuan beredar diduga kunci jawaban berlangsung saban tahun artinya bahwa beredarnya kunci jawaban dianggap tidak lagi bermasalah baik secara moral maupun tindakan kriminal.
"Jual beli kunci jawaban merupakan konsep transaksi bisnis yang peminatnya tidak pernah berhenti. Apalagi, kecurangan itu sudah membudayakan dikalangan pelajar," ujarnya.
Ia berpendapat solusi untuk mengurangi kecurangan ataupun beredarnya kunci jawaban dapat dilakukan. Pemerintah dapat menerapkan soal UN secara essay buka ada lagi soal UN yang berbentuk pilihan ganda.
"Meskipun UN tidak lagi menentukan kelulusan atau istilahnya hanya pemetaan. Namun, penerimaan siswa baru di SMA Negeri masih gunakan sistem nem," katanya.
"Siswa masih berupaya mencari kunci jawaban agar dapat nilai bagus agar dapat masuk ke sekolah-sekolah favorit yang mereka inginkan," tambahnya.
Namun, bila PP 17 tahun 2010 tentang penyelenggaraan pendidikan dihapuskan, penerimaan siswa tidak lagi ditentukan dari nilai nem. Tapi, ke depannya penerimaan siswa baru di sekolah negeri pasti tidak jujur juga.
"Makanya, sejak awal saya berpendapat membenahi sistem pendidikan ini sulit karena masalah sistemik dan masif. Integritas penyelenggara pendidikan dan siswanya tidak bagus," ungkapnya.