Laporan Wartawan Tribun Jateng, M Nur Huda
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Berdasar hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan nilai aset Pemerintah Provinsi Jawa Tengah mencapai Rp 23 triliun, sayang banyak terbengkalai.
Aset terbesar berupa 9.315 bidang tanah, 4.055 unit gedung senilai Rp 2,417 triliun. Dari sejumlah aset tanah dan bangunan, beberapa bisa dikerja-samakan karena potensial mengingat lokasinya strategis.
Kepala Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Aset Daerah (DPPAD) Provinsi Jawa Tengah, Hendri Santosa, mengatakan kondisi aset di Jateng ada dua kategori, yakni aset potensial dan kurang potensial.
Aset potensial akan ditawarkan untuk berbagai usaha dengan sistem sewa. Sehingga aset yang ada tidak hanya menganggur atau terbengkalai.
"Lokasinya strategis, pinggir jalan raya dan dekat dengan pusat kota. Kalau tidak diopeni (dipelihara) pasti diincar kabupaten atau kota," kata Hendri, Jumat (3/6/2016).
Guna memasarkan aset-aset tersebut, Hendri mengusulkan agar DPPAD memiliki sumber daya manusia yang bertugas tak ubahnya agen properti, namun mereka harus dilatih lebih dulu.
"Saat ini ada SDM yang menangani aset, tapi hanya menata usaha, kita butuh dari sisi jualan. Memang harus ada orang-orang di DPPAD yang bertugas seperti agen properti yang setiap hari jualan," kata dia.
Salah satu cara mencari sumber pendapatan baru untuk menopang Pendapatan Asli Daerah adalah memanfaatkan aset milik daerah.
Sebab, kata Hendri, sektor pajak kendaraan bermotor yang selama ini menjadi pendapatan terbesar tidak bisa diandalkan lagi seiring adanya tren penurunan penjualan kendaraan bermotor.
Optimalisasi aset milik daerah perlu dilakukan karena kontribusinya pada PAD masih kecil. Hendri menjabarkan dari PAD sebesar Rp 11 triliun pada 2015, 0,87 persen atau Rp 95 miliar dari sektor retribusi.
Dari retribusi, kontribusi aset hanya Rp 40,65 miliar atau hanya 0,36 persen. "Angka itu artinya sangat kecil sekali. Padahal Jateng punya aset yang cukup besar," ujar Hendri.