TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Terpidana mati kasus pembunuhuan satu keluarga di Jalan Jojoran tahun 1995, Sugianto alias Sugik, yang namanya sudah masuk list di Kejaksaan Agung (Kejagung), tidak disertakan dalam eksekusi mati jilid III.
Asisiten Pidana Umum (Aspidum) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim, Andi Muhammad Taufik SH, menjelaskan eksekusi tahap tiga itu diprioritaskan terhadap terpidana yang tersangkut perkara narkotika.
"Nama Sugik sempat masuk. Tetapi kemarin kami baru menerima laporan jika Sugik tidak masuk dalam eksekusi hukuman mati bersama narapidana hukuam mati lainnya," ujar Andi Muhammad Taufik, Jumat (3/6/2016).
Meski tidak masuk dalam daftar eksekusi mati jilid III, Kejati Jatim tetap akan mengeksekusi terpidana Sugik.
"Kalau tidak ada kendala akan diesksekusi di Surabaya," jelasnya.
Kapan akan dilangsungkan eksekusi mati terhadap Sugik? Andi masih belum bisa memastikan.
"Untuk kapannya, kami belum bisa dmemaastikan, Tapi kami berharap secepatnya," papar Andi.
Selama ini, hanya satu terpidana yang akan dieksekusi mati yakni Sugik. Sementara napi lainnya yang divonis mati belum incrah.
Seperti Aiptu Abdul Latif, anggota Polsek Sedati, Indri Rahmawati (istri sirinya), dan Tri Diah Torisiah alias Susi (pengendali narkotika dari dalam Rutan).
"Mereka mungkin akan dieskekusi lima tahun lagi jika semua hak mereka sebagai nara pidana terpenuhi," ungkap Andi.
Sugik selama mendekam di Lapas Kelas I Surabaya di Porong, Sidoarjo sempat dinyatakan gila.
Untuk memastikan kondisinya, Sugik sempat diperiksa dokter dari RS Bhayangkara Polda Jatim. Hasilnya Sugik mengalami penyakit epilepsi hingga membuat gangguan jiwa.
Kondisi yang demikian, membuat Kejati Jatim bersikukuh mengeksekusi Sugik.
Hal itu merujuk Pasal 7 UU No 2/PNPS/1964 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati, dimana dalam yang bisa menunda hukuman mati hanya orang hamil.