TRIBUNNEWS.COM, MANDEH - Sumatera Barat tidak lama lagi akan bersaing di bidang Pariwisata. Ini setelah Gubernur Irwan Prayitno memastikan positioning daerahnya sebagai halal destination.
Dan, atraksi nature dan culture-nya memenuhi syarat sebagai daerah tujuan wisata yang komplit.
Punya gunung, punya pantai, punya persawahan, punya danau, punya kota di dataran tinggi dan tentunya punya akar budaya yang kuat.
Ketua Pokja Percepatan 10 Bali Baru, Hiramsyah Sambudhy Thaib malah menyebut kawasan Mandeh, Pesisir Selatan akan segera dikebut. Ini setelah Gubernur Irwan menetapkan Mandeh sebagai centra pariwisata di Sumbar.
“Sekitar 400 hektare di Mandeh akan dibangun pusat amenitas, seperti hotel, convention hall, restoran, café dan fasilitas lainnya,” kata Hiram optimis.
Kawasan Mandeh itu terletak di Kecamatan Koto XI Tarusan, berbatas langsung dengan Kota Padang. Tahun 2017 nanti, ditargetkan area itu menjadi salah satu Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pariwisata. Membayangkannya seperti melihat Nusa Dua, Bali.
“Dulu, Nusa Dua itu dikenal jauh dari Denpasar, jauh dari keramaian Kuta, dan minim fasilitas public. Sekarang, Nusa Dua sudah punya kelas dan menjadi pusat convention,” jelas Hiram.
Menurut Hiram yang juga Mantan Ketua Asosiasi Kawasan Pariwisata Indonesia 2002 itu, dampak KEK itu buat perekonomian sangat signifikan. Mandeh kelak bisa jadi akan menjadi motor penggerak pertumbuhan industri di Sumatera Barat.
"Areal 400 hektar itu akan diajukan sebagai KEK pariwisata. Tapi yang terinfluence oleh KEK itu adalah seluruh Sumatera Barat. Impact-nya jauh lebih besar dari 400 hektar itu," jelas pria yang punya darah Sumatera Barat itu.
Mandeh berjarak 56 km dari Kota Padang. Hiram sependapat dengan Menpar Arief Yahya, yang menempatkan positioning Mandeh sebagai “Raja Ampat”-nya Sumatera.
Kekuatannya ada di bahari, wisata laut, pantai dan bawah laut. Jadi orang Jakarta pun tidak harus jauh-jauh ke Raja Ampat, kalau di Sumatera juga ada. Pasti akan lebih murah dan menarik banyak orang.
“Karena itu, kawasan seluas 18.000 hektar itu harus dioptimalkan untuk Pariwisata,” kata dia.
"Sekarangpun sebenarnya Mandeh sudah menjadi objek wisata. Sudah ada jetsky, snorkling, dan diving spotnya, tapi karena masih belum dioptimalkan, saat ini Mandeh belum bisa dijadikan sebagai destinasi wisata utama, maka dari itu perlunya dilakukan pembangunan ini," jelas Hiramsyah yang sudah keliling kawasan Mandeh melalui laut.
"Jadi bila melihat prosesnya, diharapkan pertengahan 2017 Mandeh sudah bisa ditetapkan sebagai Kawasan Ekonomi Khusus Pariwisata. Sambil nanti secara pararel membuat perencanaan sembari mengoptimalkan kawasan wisata yang sudah ada sekarang," paparnya.
Meski pemanfaatan pariwisata Mandeh saat ini dirasa belum cukup optimal, namun nyatanya kawasan ini sudah dipadati oleh wisatawan baik nusantara maupun mancanegara setiap tahunnya.
Maka dengan melakukan kerjasama antar lembaga dan kementerian, Kemenpar-pun sudah mulai untuk mencoba memenuhi sejumlah kebutuhan kawasan ini. Salah satunya adalah dengan membangun akses jalan nasional.
"Sekarangpun saat high season sudah sangat padat dan macet. Jadi sejak sekarangpun sudah dipikirkan masalah aksesbilitas, jalan, baik jalur darat maupun laut," ungkap Hiramsyah yang dibenarkan Menpar Arief Yahya.
Domestic market kita di wisatawan nusantara itu sangat besar, tahun 2015 aja sudah menembus 255 juta pergerakan. Selama ini Mandeh hanya hidup dari wisnus, karena itu ketika ada peluang di wisman, harus dioptimalkan, terutama turis keluarga dari Malaysia.
"Saat ini Kementerian PUPERA bahkan sudah membantu membangun akses jalan nasional. Tapi secara pararel akan terus dilakukan study untuk membangun aksesbilitas di kawasan ini," selorohnya.