TRIBUNNEWS.COM, MANADO - Anomali cuaca dan bencana yang mengikutinya tak hanya terjadi di Pulau Jawa, tetapi juga di wilayah Sulawesi Utara.
Ratusan warga Desa Kolongan Akembawi, Kabupaten Sangihe, Sulawesi Utara, mengungsi di bangunan gereja ketika luapan air banjir mulai masuk rumah mereka, Selasa (21/6).
Di teras gereja, warga menyaksikan bukit di seberang mulai longsor digerus air hujan yang terus mengguyur tiada henti dalam satu hari.
Mereka juga mondar-mandir di teras sembari memakai payung. Ada juga yang mengenakan jas hujan.
Namun tak berapa lama terdengar suara gemuruh disusul longsoran tanah bersama material lain ke arah kampung. Warga yang menyaksikan dari seberang bukit menjadi ketakutan dan langsung berlarian.
Mereka panik, berlari, menjerit juga memanjatkan doa. "Tuhan tolong...Lari... lari terus," teriak warga sambil berhamburan lari ketakutan.
Berdasar informasi yang dihimpun Tribun Manado, selain Desa Kolongan Akembawi,
Tahuna Barat, banjir bandang menerjang Kecamatan Manganito, Tatowareng, Manganito Selatan, Pelabuhan Tahuna, Kecamatan Tamako, Kecamatan Kendahe dan Kecamatan Tabukan Utara.
Data yang dirilis Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sangihe dan data yang dirangkum Tribun Manado menyebutkan, empat orang tewas, satu orang tertimbun material longsor, belasan orang terluka, serta 200 warga Kecamatan Tahuna Barat terisolir akibat banjir dan longsor.
Sedangkan puluhan rumah rusak di antaranya di Kelurahan Apengsembeka enam rumah rusak, di Kelurahan Tapuang 3 rumah rusak berat dan 1 orang tertimbun longsor, serta di Kelurahan Kolongan Beha sebanyak 9 rumah rusak berat.
Selain itu banyak pajeko dan perahu rusak, berat akibat terjangan ombak setinggi 3 meter.
Bencana banjir bandang dan longsor juga menghantam Siau Barat Utara, Kabupaten Sitaro.
Di Desa Kinali 23 Kepala Keluarga harus diungsikan ke Gereja GMIST Kampung Mini, karena longsor.
Kampung Mini yang berada di badan Gunung Karagetang menjadi alternatif warga untuk menggungsi.
Dua jembatan yang menghubungkan Kecamatan Siau Barat Utara dengan Kecamatan Siau Barat dan Kecamatan Siau Timur, mendadak putus.
Padahal daerah itu merupakan pusat pemerintahan dan perdagangan di Kepulauan Sitaro.
Kepala BPBD Kepulauan Sitaro, Bob Wuaten mengatakan, akibat kejadian itu ada 23 KK yang sudah diungsikan. "Bukan cuma itu, ada dua jembatan utama yang putus akibat diterjang banjir," ujarnya
Di Kecamatan Siau Barat Utara, ada lima desa yang warganya terancam tak mendapat pasokan makanan akibat putusnya jembatan tersebut.
Proses penyaluraan logistik untuk jalan darat tidak bisa dilalui.
Apabila menempuh jalur laut, lanjutnya, akan terhambat akibat tingginya gelombang.
Seorang warga Sitaro, Wingston Loho mengatakan, akses untuk pergi ke kota pemerintahan tidak bisa dilalui, sebab dua jembatan yang menghubungkan putus.
"Saya hanya bisa pasrah pada keadaan ini. Namanya musibah, tidak ada yang tahu," ujarnya. (tribun manado/rbt/ven)