Laporan Wartawan Tribun Kaltim, Niko Ruru
TRIBUNNEWS.COM, NUNUKAN - Kelompok bersenjata yang melakukan penculikan terhadap tiga Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal Nusa Tenggara Timur di Negara Bagian Sabah, Malaysia meminta tebusan hingga 200 juta peso.
Konsul pada Konsulat Republik Indonesia (KRI) Tawau, Abdul Fatah Zainal mengatakan, penculik meminta tebusan dengan menelepon Chia Tong Lim, pemilik kapal pukat tunda LD/114/5S tempat ketiga TKI itu bekerja.
Kepada Chia Tong Lim, penelepon meminta tebusan segera dibayarkan. Para penyandera tidak memberikan batas waktu penyerahan tebusan dan menjamin keselamatan ketiga TKI itu.
"Mereka meminta ransom atau tebusan 200 juta peso atau sejumlah Rp 5 miliar sampai Rp 15 miliar. Sekitar segitu lah," kata Abdul Fatah Zainal melalui pesan WhatsApp, Rabu (13/6/2016).
Tiga TKI masing-masing Lorence Koten (34) selaku juragan kapal, Teodorus Kopong (42) dan Emanuel (40) masing-masing sebagai anak buah kapal, diduga diculik sekelompok pria bersenjata asal Filiphina saat sedang menangkap ikan di atas kapal pukat tunda LD/114/5S, Sabtu (9/7/2016) sekitar pukul 24.00 di perairan kawasan Felda Sahabat, Tungku, Lahad Datu, Negara Bagian Sabah, Malaysia.
Abdul Fatah mengatakan, penelepon yang tidak menyebutkan asal kelompoknya, tidak memberikan ancaman apapun jika uang tebusan tidak dibayarkan.
"Itu saja yang mereka katakan. Meminta tebusan. Tidak ada ancaman atau menyebut mereka dari kelompok mana," ujarnya.
Pihak Konsulat Republik Indonesia Tawau terus berkoordinasi dengan Polis Diraja Malaysia untuk mendapatkan informasi detil mengenai kasus penyanderaan yang berjarak sekitar 8 mil dari daratan Lahad Datu.
Dari informasi yang diperoleh, kelompok panyandera ini diduga masih satu jaringan dengan ekstrimis Abu Sayyaf Filipina.
Kelompok itu bekerja dengan sistem yang sama persis dengan gerombolan pemberontak Abu Sayyaf.
Saat menculik, kelompok ini memisahkan sandera dari lokasi yang berbeda dengan diserahkan kepada kelompok berbeda yang masih satu jaringan.
"Mereka tadinya di Tawi Tawi. Setelah mengancam dan meminta ransom mereka pindah ke Jolo dan bergerak ke pulau lain. Sistem yang sama dengan Abu Sayyaf," ujarnya memastikan, pihak Malaysia juga belum memastikan identitas kelompok penculik.
Seperti diberitakan, lima pria bersenjata api laras panjang menghentikan paksa kapal pukat dengan menodongkan senjata kepada awak kapal pukat tunda LD/114/5S. Ada tujuh orang di atas kapal saat kejadian.
"Tiga anak kapal suku NTT mengaku memiliki paspor Indonesia dibawa penculik. Sedangkan empat yang lain yaitu satu warga Indonesia dan tiga Palauh dibebaskan karena tidak mempunyai dokumen," ujarnya.
Pria bersenjata itu mengambil telepon seluler milik ketiga anak buah kapal berikut paspor yang dimiliki.
Kelompok bersenjata itu juga membebaskan empat awak lainnya masing-masing Sar (27) asal NTT, Anukari (20), Paketoh (25) dan Almi (30) suku Bajau Pelauh.
Dari informasi pekerjanya yang berhasil lolos dari penculikan, Chia Tong Lim menceritakan, lima pria bersenjata itu diduga membawa M16, M16 double body dan M14. Kelimanya menaiki speed boat berwarna putih.
"Tiga lelaki berpakaian baju warna hitam dan celana loreng naik kapal pukat tunda tersebut," ujarnya.