Laporan Wartawan Tribun Kaltim, Niko Ruru
TRIBUNNEWS.COM, NUNUKAN - Resyana Piter Boro (33), istri Laurensius Lagadoni Koten (32) meminta Chia Tong Lim selaku pemilik kapal pukat tunda LD/114/5S untuk segera membayar tebusan yang diminta penculik suaminya.
"Saya minta supaya segera menebus. Pasal kita harapkan pada siapa lagi? Semasa senang kau pakai, susah kau tidak mau urus. Mana boleh begitu," ujarnya, Jumat (15/7/2016) di Nunukan.
Resyana mengatakan, sejak suaminya diculik dia baru sekali berbicara dengan pemilik kapal.
"Belum pernah lagi, cuma satu kali saja," kata warga negara Indonesia yang bersama suaminya berdomisili di Kunak, Lahad Datu, Negara Bagian Sabah, Malaysia.
Laurensius Lagadoni Koten belum setahun bekerja di atas kapal pukat tunda LD/114/5S. Dia mendapatkan gaji tergantung pada hasil tangkapan ikan.
"Waktu pertama gaji dia dapat 7.000 ringgit (setara Rp 23.800.000 dengan kurs RM 1 sama dengan Rp 3.400 sebulan), itu karena banyak ikan. Paling kurang 3.000 ringgit satu bulan," ujarnya.
Laurensius Lagadoni Koten yang merupakan kapten kapal merupakan salah satu dari tiga warga negara Indonesia lainnya Teodorus Kopong (42) dan Emanuel (40) masing-masing sebagai anak buah kapal yang diduga diculik sekelompok pria bersenjata asal Filipina.
Ketiganya diculik saat sedang menangkap ikan di atas kapal pukat tunda LD/114/5S, Sabtu (9/7/2016) sekitar pukul 24.00 di Perairan Kawasan Felda Sahabat, Tungku, Lahad Datu, Negara Bagian Sabah, Malaysia.
Sejauh ini pihak penculik belum pernah menghubungi keluarga. Setahu Resyana, kelompok penyandera menghubungi pihak perusahaan.
"Waktu itu mereka minta tebusan. Yang saya dengar 20 juta. Tapi tidak tahu apa uang ringgit atau Filipina," ujarnya.
Sejak diculik, dia juga mengaku belum pernah berbicara dengan suaminya maupun kelompok penyandera suaminya.
"Barangkali juga suami saya tidak mau menghubungi, karena dia tidak mau kasih dengar kabarnya di sana," ujarnya.
Seperti diberitakan, lima pria bersenjata api laras panjang menghentikan paksa kapal pukat dengan menodongkan senjata kepada awak kapal pukat tunda LD/114/5S. Ada tujuh orang di atas kapal saat kejadian tersebut.
"Tiga anak kapal suku NTT mengaku memiliki paspor Indonesia dibawa penculik. Sedangkan empat yang lain yaitu satu warga Indonesia asal NTT dan tiga Palauh dibebaskan karena tidak mempunyai dokumen," ujar Abdul Fatah Zainal, Konsul pada Konsulat Republik Indonesia (KRI) Tawau.
Pria bersenjata itu mengambil telepon seluler milik ketiga anak buah kapal berikut paspor yang dimiliki.
Kelompok bersenjata itu juga membebaskan empat awak lainnya masing-masing Sar (27) asal NTT, Anukari (20), Paketoh (25) dan Almi (30) suku Bajau Pelauh.
Dari informasi pekerjanya yang berhasil lolos dari penculikan, Chia Tong Lim selaku pemilik kapal menceritakan, lima pria bersenjata itu diduga membawa M16, M16 double body dan M14. Kelimanya menaiki speed boat berwarna putih.
"Tiga lelaki berpakaian baju warna hitam dan celana loreng naik kapal pukat tunda tersebut," ujarnya.