TRIBUNNEW.COM, JAKARTA-Patut disayangkan atas kejadian nahas yang dialami Bripda Fajar Riyanto. Anggota intel Polres Hulu Sungai Selatan (HSS) ini terkena peluru revolver yang dipegang rekannya, Bripda Candra Marlin, saat mereka sedang bermain ala Rusian Rollet.
"Saya sangat menyayangkan adanya kejadian ini yang terjadi di Hulu Sungai Selatan. Saya rasa Propam perlu melakukan penyidikan yang mendalam terhadap persoalan ini," ujar politikus PKS, Aboebakar Alhabsy, Jumat (22/7/2016)
"Bila kejadian ini adalah kelalaian, maka ini adalah kelalaian yang luar biasa. Seharusnya tidak boleh aparat seperti polisi menjadikan senjata sebagai mainan atau bahan bercandaan. Bila ada motif lain, harus diungkap," tambahnya.
Aboebakar yang tak lain anggota Komisi III DPR ini menegaskan, penggunaan senjata di kepolisian memiliki aturan yang sudah standar. Mulai dari tata cara membawa, menyimpan hingga merawatnya.
Bila terjadi kelalaian seperti ini, pastilah ada SOP yang tidak dipenuhi. Oleh karenanya, Polda Kalsel perlu melakukan audit agar dapat dipastikan bahwa setiap anggota telah mengikuti prosedur yang benar dalam menggunakan senjata api.
"Bila diperlukan, dievaluasi juga petugas yang membawa senjata api, bila memang mereka tidak lagi memenuhi syarat, maka senjatanya perlu ditarik untuk digudangkan," sarannya.
"Paling tidak jajaran Polres perlu breefing ulang. Bagaimana SOP penggunaan senjata api agar kejadian seperti ini tidak terulang kembali," tambahnya.
Diberitakan oleh banjarmasinpost (grup tribun), Bripda Fajar Riyanto. anggota intel Polres Hulu Sungai Selatan (HSS) terkena peluru revolver yang dipegang rekannya, Bripda Candra.
Peristiwa itu terjadi saat mereka sedang beristirahat bersama di ruang unit Reskrim Polsek Simpur, Selasa (19/7) sekitar pukul 15.00 Wita. Periswita terjadi saat keduanya sedang bermain Rusian Rollet.
Pelor senjata api milik Brigadir I Gede Yudha itu mengenai bagian kiri perut Fajar hingga tembus ke pinggang.
Seisi kantor Polsek Simpur pun kaget dan geger. Termasuk Kapolsek Simpur Iptu H Endro Hartono, yang saat itu memeriksa saksi kasus terbakarnya sebuah mesin pemanen padi senilai Rp 430 juta milik warga.