News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Menggiurkan Bisnis Limbah Rumah Sakit, Orang Dalam Jadi Pengepul

Editor: Y Gustaman
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Limbah medis berupa jarum suntik bekas.

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Seorang tengkulak limbah medis rumah sakit, sebut saja Sigit, mengaku tak mudah mendapatkan barang limbah medis. Satu di antaranya persaingan ketat dengan pengepul lain.

Agar sukses mendapatkan limbah berbahan plastik dari rumah sakit, ia mempekerjakan orang di rumah sakit sebagai koordinator pengumpul limbah.

"Saya harus tanam orang di sana. Kalau tidak, barangnya bisa diambil orang lain. Karena yang main itu tidak hanya satu, tapi banyak orang," kata Sigit kepada Tribun Jateng pekan lalu.

Sigit bersaing soal harga. Ia berani membayar lebih mahal dari tengkulak lain. Ia mencontohkan, jika sudah ada tengkulak lain masuk ke rumah sakit dengan harga tertentu, ia melobi oknum pegawai rumah sakit dengan memberikan harga di atas tengkulak sebelumnya.

"Dengan membayar lebih tinggi, orang rumah sakit yang menjadi pengepul itu pasti memberikan barang ke saya. Misalkan tengkulak lain sudah masuk dulu dan bayar Rp 5 ribu per kilo, saya berani bayar di atasnya," cerita Sigit.

Orang yang pekerjakan Sigit tak lain oknum pegawai rumah sakit. Pegawai ini bisa petugas kebersihan atau pegawai lainnya.

Ia membeberkan, untuk mendapatkan limbah medis berbahan plastik seperti selang, ampul infus, dan lainnya, ia membelinya Rp 6 ribu per kilogram. Khusus untuk injeksi atau pipet suntik ia bayar Rp 300 per biji.

Limbah medis dari plastik selanjutnya dilebur dan dijadikan mainan anak-anak seperti robot, mobil-mobilan, sepeda dan lainnya. Sedangkan pipet suntik dijual ulang secara langsung menjadi suntikan mainan.

Sigit mengaku keuntungan di bisnis ini menjanjikan. Tanpa sadar ia tak menghiraukan usahanya ini ilegal. Sebagai tengkulak ia bisa memperoleh keuntungan 50 persen dari bisnis limbah medis.

"Jika saya modal Rp 1 juta, saya bisa dapat Rp 1,5 juta," ungkap dia.

Dari mana saja limbah medis itu didapatkan? Ia mengaku telah memasang orang di beberapa rumah sakit di Grobogan, Blora, Rembang dan Pati.

Sedangkan di daerah lain, dikelola oleh temannya. "Di Semarang, Demak, Kendal dan daerah lain sudah ada yang bermain. Saya mengelola bagian timur saja," cerita dia.

Setelah limbah barang bekas pakai terkumpul, selanjutnya dikirim ke seorang teman di Klaten. Temannya tersebut merupakan spesialis pengolahan limbah plastik yang juga produsen mainan anak-anak.

Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Semarang, Ulfi Imran Basuki, tidak menampik ada beberapa pihak menemukan beberapa limbah medis di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Jatibarang.

Pihaknya tidak mungkin bisa mengawasi satu per satu di antara ratusan ton sampah. "Mungkin ada yang nakal menyelipkan sampah medis," kata pria berkacamata itu.

TPA Jatibarang menolak segala bentuk limbah medis atau limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun). Seharusnya limbah medis dikelola pihak yang berkompeten menangani.

Ulfi meyakinkan jika ada temuan limbah medis dalam skala besar di TPA, ia bisa mencoba melacaknya. Ia bisa mengawasi truk pembawa sampah dan memeriksa alurnya. (Tim Tribun Jateng)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini